Assalamualaikum wr.wb.. akhi wa ukhti fillah, Selamat Datang Di Blog Lingkar Siswa Khatulistiwa... Save Our Young Generation

Selamat Datang Di Blog LPSI-LSK

Assalamualaikum..... sobat semuanya dimanapun berada......
Selamat datang di blog Lingkar Siswa Khatulistiwa.
Organisasi ini berawal dari Forum Lingkar Siswa (FLS) yang bergerak menyentuh pembinaan moral pelajar sekolah menengah atas (SMA & Sederajat) di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sekarang FLS yang telah berkembang berganti nama menjadi Lembaga Pembinaan Siswa Islam Lingkar Siswa Khatulistiwa (LPSI-LSK) hadir di tengah-tengah insan pendidikan guna mempersiapkan generasi terbaik menjawab tuntutan perubahan dan perkembangan jaman menuju masa depan. ck.ck.ck
lembaga ini mempunyai motto: Save Our Young Generation!


Galang Dana Pelajar Untuk Prestasi Masa Depan :
Transfer via Rekening
a.n. Dewi Sukmawati QQ LPSI-LSK
BSM No. 0257051281


Untuk Keterangan Lebih Lanjut
hub. : 08125782632

Dokumentasi Kegiatan LSK

Minggu, 15 Februari 2009

Let’s Say Basmalah

Oleh: Fakhrul

Bro, pernah nggak sih kita bertanya. Kenapa kita sebagai orang muslim musti menyebut satu kata – Bismillah – dalam setiap permulaan kegiatan atau aktifitas kita? Misalnya ketika kita makan, minum, tidur , memakai baju, naik dan turun dari oplet, dan lainnya?

Sebenarnya, bismillah bagi kita adalah identitas. Gimana nggak, kalimat itu adalah symbol dan label untuk menunjukkan satu penghambaan diri terhadap Allah swt.

Pada saatnya sendiri, bismillah menjadi standar yang paling minimal dan sederhana bagaimana kita menjadikanNya sebagai prioritas, tolok ukur, atau parameter dalam melakukan suatu perbuatan. Artinya, makan minum kita nggak hanya sekedar memasukkan air ke dalam mulut kemudian lantas menenggaknya. Atau tidur nggak hanya sebuah aktifitas pasif menjamin mata beberapa jenak. Apapun itu, setelah bismillah terucap, adalah satu taqrir (ikrar) – bahwa Allah swt senantiasa menelikung dalam semua sudut kehidupan kita. Toh air putih yang kita teguk nggak lantas berubah rasanya menjadi sirup atau cola dengan kita mengucapkan bismillah di awalnya.

Begitupun, kita jelas nggak berhak dan sembarang menggunakan kata sakti yang artinya “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang” itu. Pun bahkan dalam Al Qur’an. Taukan, kalo bismillah dilarang diucapkan dalam permulaan Surat At Taubah ? Coba baca lagi asbabun nuzulnya.

Bismillah juga dilarang diucapkan ketika kita hendak melakukan perbuatan-perbuatan yang nggak sehat – mencontek, berbohong, mencuri, dan lainnya, karena jelas : hasil atau prosesnya sendiri akan sangat kontraproduktif. Lebih – lebih lagi, jika itu dilakukan, kita sudah mengkhianati arti kata bismillah itu. Atau seperti lelucon yang banyak beredar di masyarakat : Perbuatan apa yang dibenci oleh Allah tapi juga nggak disukai oleh setan ? itu tadi, mencuri dengan mengucapkan bismillah dahulu.

Allah mempunyai banyak nama. Sedikitnya 99 (Asmaul Husna). Nama-nama Allah adalah baik – apapun arti dan sebutannya. Dan mengucapkannya adalah pada sisi batin tertentu memberikan penguatan psikologis dan moral terhadap hari-hari yang kita hadapi.

Satu nama Allah merupakan rahmat dan berkah meluas laut merubung bumu. Ia bahkan menebar tak tanggung-tanggung hingga pada tatanan dan jajaran makhluk Allah yang ia ciptakan namun nggak tahu berterima kasih; manusia-manusia yang korupsi, yang berbuat kerusakan di muka bumi, orang yang corat-coret tembok dan bangku sekolah, orang yang melawan dan menipu orang tua dengan membelanjakan uang SPP-nya untuk rental PS atau kegiatan sia-sia lainnya, atau bahkan membuang sampah sembarangan!

Berapa lama sudah kita berdiri di bumi, bro? Alangkah ruginya jika kita nggak bisa memberi makna yang pantas untuk satu kata sederhana namun indah dan penuh cinta itu.

Read More ..

Cinta Paling Dahsyat

Oleh: Kanada Kurniawan

Bismillahhirrohmaannirrohiim

Dengan nama Robb semesta cipta pemberi rahmat bagi segenap makhluk dan beriring untaian solawat serta salam yang selalu disampaikan kepada manusia paling mulia kekasih Penguasa dan Pencipta Cinta, Rosulullah saw yang diikuti puji-pujian bagi seluruh pengikut beliau yang tetap teguh dan bersabar hingga akhir zaman.
Wah ini tulisan pertama saya di blog LSK yang tercinta. Bingung abis mau nulis apa nih. Selain karena belum biasa nulis, juga mungkin karena belum banyak yang bisa dibagi kali ya, pengalamannya masih dikit.
Tapi Oklah, daripada ngomong ngalur ngidul kek gini, ya udah deh, saya bakal cerita tentang pengalaman beberapa waktu lalu selepas rapat LSK. Kejadiannya belum lama sih rasanya, untuk waktu dan tanggal yang tepatnya ntar aja yah, lagi malas buka MS Outlook nih.

Sederhana sih tapi moga-moga aja bermanfaat. Jadi gini, ketika kemaren saya ikut rapat terbatas di MaBes LSK –duh serem banget kedengerannya- saya bertemu dengan seorang teman yang udah cukup lama ngga ketemu. Beliau kelihatan rada gemuk sekarang . Seperti biasa saya langsung menyapa –sambil sungging senyum tentunya- dan menjabat tangan beliau. Saya coba mendahului dengan bertanya kabar beliau dengan logat pontianak yang kental banget:
“Ape kabar akh?”
Beliau pun spontan menjawab. “baek akhi”
Trus seperti digerakkan oleh Allah, nih mulut langsung aja nyelonong tanpa permisi bertanya lebih lanjut.
“Gimane kabar imannye akhi?” masih dengan logat Pontianak.
Sang akhi pun keliatan rada kaget juga denger pertanyaan tiba-tiba tadi. Lalu bengong beberapa detik trus beliau coba jawab sekedarnya. tapi –mungkin- karena agak ragu dengan jawaban pertama, beliau ini ngelanjutin dengan menyatakan bahwa imannya lagi yazid –meningkat-. Trus beliau pun berlalu.
Setelah itu saya jadi kepikiran terus dengan kejadian singkat itu. Wah keknya saya udah lama juga ngga bertanya dan atau ditanya –saling bertanya- tentang kabar iman masing-masing. Nyesel banget rasanya kok hal penting gini bisa kelupaan ya. Padahalkan ini salah satu bentuk anugerah Allah paling gede yang dilimpahkan buat kita orang Islam. Bahasa kerennya Ukhuwah, trus biasa juga disebut brotherhood.
Allah telah menciptakan rasa cinta dalam diri setiap manusia. Dan khusus buat yang Muslim, Allah menambahkan nikmat-Nya dengan memberikan anugerah berupa Ukhuwah yang berharga. Allah meramu kekuatan kasih sayang yang begitu dalam dan memadukannya dengan pengorbanan yang melampaui batas-batas egoisme cinta dua insan –seperti di sinetron itu loh- untuk membentuk kekuatan cinta baru yang bernama ukhuwah. Lalu ramuan ini dicampur dengan saripati keikhlasan yang membuatnya berbeda dari cinta cinta yang lain. Hingga kitapun akan melihat bentuk kerelaan, perhatian dan kesetiaan yang begitu tinggi antar sesama manusia yang dinaungi cinta ukhuwah ini. Kerelaan yang tidak menuntut balas jasa atau hal yang serupa. Perhatian yang membuat kita hangat di dalamnya. Serta kesetiaan yang tak tergoyahkan oleh ragam ragam ujian yang menerpa.Ukhuwah itu bagai oase di tandusnya gurun. Ia juga serupa pepohon yang memberi naungan keteduhan di bawah rerimbun dedaunnya. Menghindarkan kita dari terik sengatan sifat sifat kotor yang kian meracuni lingkungan.
Begitulah rahmat Allah yang sangat besar buat hamba-Nya. Nah jadi pengen bangetkan rasanya? Biar kita kebagian nikmatnya ukhuwah ini, paling ngga kita bisa mulai dengan hal-hal berikut :
1. Mari kita coba memberi lebih banyak ketimbang meminta.
Wah kedengarannya sulit banget ya? Tapi klo dicoba jadi ngga sulit kok. Paling ngga kita memberikan doa deh buat saudara kita seiman (baca : sesama muslim). Lalu jika ada yang butuh bantuan kita harus mencoba memberikan bantuan dengan sepenuh hati –ikhlas gitu loh- dan jangan setengah-setengah.
Yang bikin gawat adalah kalo kita ngga tau kapan sodara kita itu butuh bantuan. Nah yang satu ini perlu kepekaan hati, kepercayaan dan keterbukaan. Rada sulit juga menentukan batas-batas antara ketiganya. Yang jelas tiga hal itu mesti bersenyawa dengan baik dalam tingkah pergaulan kita.
Sebagai saudara kita harus lebih peka terhadap keaadaan saudara yang lain dan tentu peka juga terhadap perubahan yang terjadi. Jika tiba-tiba aja ada saudara yang murung tentu itu merupakan tanda bahwa telah ada sesuatu yang terjadi bukan? So jangan lantas cuek aja.
Lalu kepercayaan dan keterbukaan kepada sesama. Kepercayaan biasanya tumbuh dari pengenalan. Mulailah berbagi tentang kehidupan pribadi dengan saudara kita, jangan hanya berbagi dalam aktifitas yang rutin aja. Mulailah masuki kehidupan saudara kita secara lebih dalam, tanyakan keadaan dan hubungan keluarganya, keadaan finansial –wah yang ini biasanya agak sensi-, lalu kabar pasangan dan anak mereka –bagi yang sudah berkeluarga tentunya- lalu mungkin bicara tentang masa depan (bagi yang sudah agak berumur seperti saya, hehehe ) tanyakan juga perihal cita-cita pribadi. Nah biasanya dengan begitu akan mulai tumbuh rasa kedekatan.
Dan masih banyak lagi sih tipsnya, mungkin ntar yang lain deh yang nambahi.
2. Saling menasehati
Nah, hati-hati nih dengan yang namanya nasihat. Biasanya ada yang suka meradang atau alergi dengan makhluk yang satu ini. Katanya sih, salah satu ciri lingkungan yang baik adalah jika kita bergaul di dalamnya maka kita akan dibawa terus menuju hal-hal yang baik. Untuk itu diperlukan yang namanya nasihat.
Ingat loh, jika ada temen yang salah dan atau lupa, maka udah jadi kewajiban kita ngingetin. Jangan santai aja loh ya bisa masuk neraka ntar. Atau malah ngompor-ngompori pake kompor gas pula, bisa terbakar amarah tuh sodara. Ingat aja kalo kita pernah diajari bahwa salah satu bentuk puncak keimanan adalah menasehati dengan cara yang baik seorang penguasa yang zalim. Intinya sering-sering aja ngasi nasehat. Paling ngga dengan ngasi nasehat buat orang lain, kita juga turut ingat akan hal yang jadi materi nasehat kita itu.
Trus biasanya nasihat yang sukses membawa perubahan adalah nasihat personal. Bukannya nasihat berupa sindiran, trus disampaikan di depan umum pula. Bisa perang dunia ke III tuh (harap jangan terlalu diseriusi, suka pake gaya bahasa hiperbola soalnya).
Jadi nasihat bisa jadi parameter teknis yang efektif guna mengukur kedalaman ukhuwah –duh ribet banget bahasanya-. Maksudnya, jika kira-kira kita udah lama ngga ngasi nasehat buat sodara kita, itu berarti ikatan ukhuwah mulai merenggang. Soale, setiap manusia itu sangat sering melakukan kesalahan dari waktu ke waktu. Nah jika kita udah lama ngga ngasi nasehat berarti kita udah ngga perhatian lagi ama kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh saudara kita itu. Ya gitu deh kira-kira.
Nah setidaknya, dua hal itulah yang perlu diperhatikan guna meraih kenikmatan berukhuwah. Tentunya ukhuwah itu punya banyak level pula. Dan dalam setiap level itu kita juga akan dianugerahi kerahmatan cinta yang berbeda-beda jika kita berhasil mencapainya. Nah, yang barusan tadi adalah penjelasan buat level pertama. Karena bakal panjang banget, so saya sudahi hingga level pertama dulu.
Oh iya, ukhuwah itu mesti dimainkan dengan multi player, jangan hanya double player atau malah single player aja, ntar bisa aneh banget hasilnya. Dan makin banyak pemain yang ikut andil maka makin sukseslah ukhuwah itu. So sebarkanlah informasi tentang pentingnya berukhuwah ini, agar makin banyak yang ikutan dalam game online kita (ups sorry just kidding).
Dan karena kekuatan ukhuwah ini sangat besar dan mumpuni maka perhatikanlah dengan seksama adab-adab pergaulan antara lawan jenis. Karena jika salah penempatan, bukannya kemuliaan persaudaraan Islam yang didapat, bisa-bisa malah “kawin masal” hehe (lagi-lagi hiperbola).
Ya udah deh segitu aja dulu, ntar disambung lagi. Dan terakhir saya benar-benar butuh kritik dan saran mengenai tulisan ini baik dari segi muatan, gaya penulisan maupun tata bahasanya, maklum penulis pemula, masih gamang cari gaya menulis. So tolong kasi komentar ya.
Maka segala yang telah tertulis di atas tentu pertama kali akan kembali kepada diri penulis. Ya. Allah rahmatilah hamba dengan manisnya ukhuwah. Demikian tulisan ini saya buat. Demi Dzat Yang Maha Membolak-balik hati, saya bersujud memohon ampunan jika ada noda yang mengotori keikhlasan hati dalam menoreh taujih ini. Ya Allah tiada lain kecuali keridhoaan-Mu lah yang jadi dambaan hati.
Yang benar datangnya dari Pencipta Kebenaran dan yang salah tentu kelemahan dari pribadi ini. Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat banyak untuk sidang pembaca.
Billahi Taufiq Wal Hidayah.
Wassalamualaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.
Menerima segala bentuk kritik, saran, cacian, makian, hujatan, makanan, minuman, buah-buahan dan lain-lain
Tanpa maksud narsis sedikit pun, silakan hubungi saya di :
YM ID : kanada.kurniawan
Email : alfatihmail-community@yahoo.co.id
FB/FS : alfatihmail-community@yahoo.co.id
Weblog : http://kanadakurniawan.com (coming soon)

Read More ..

Sabtu, 14 Februari 2009

Kisah Wanita Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur'an

Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta'ala :
Saya berangkat menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya. Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.

Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab pertanyaan Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an. Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.


Abdullah : "Assalamu'alaikum warahma wabarakaatuh."
Wanita tua : "Salaamun qoulan min robbi rohiim." (QS. Yaasin : 58) (artinya : "Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih")

Abdullah : "Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di tempat ini?"
Wanita tua : "Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu." (QS : Al-A'raf : 186 ) ("Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya")


Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.

Abdullah : "Kemana anda hendak pergi?"
Wanita tua : "Subhanalladzi asra bi 'abdihi lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqsa." (QS. Al-Isra' : 1) ("Maha suci Allah yang telah menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa")


Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan haji dan hendak menuju ke masjidil Aqsa.

Abdullah : "Sudah berapa lama anda berada di sini?"
Wanita tua : "Tsalatsa layaalin sawiyya" (QS. Maryam : 10) ("Selama tiga malam dalam keadaan sehat")

Abdullah : "Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?"
Wanita tua : "Huwa yut'imuni wa yasqiin." (QS. As-syu'ara' : 79) ("Dialah pemberi aku makan dan minum")

Abdullah : "Dengan apa anda melakukan wudhu?"
Wanita tua : "Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha'idan thoyyiban" (QS. Al-Maidah : 6) ("Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang bersih")

Abdulah : "Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau menikmatinya?"
Wanita tua : "Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil." (QS. Al-Baqarah : 187) ("Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam")
Abdullah : "Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?"
Wanita tua : "Wa man tathawwa'a khairon fa innallaaha syaakirun 'aliim." (QS. Al-Baqarah : 158) ("Barang siapa melakukan sunnah lebih baik")

Abdullah : "Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?"
Wanita tua : "Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta'lamuun." (QS. Al-Baqarah : 184) ("Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu mengetahui")

Abdullah : "Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan saya?"
Wanita tua : "Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun 'atiid." (QS. Qaf : 18) ("Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada Raqib Atid")

Abdullah : "Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga bersikap seperti itu?"
Wanita tua : "Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam'a wal bashoro wal fuaada, kullu ulaaika kaana 'anhu mas'ula." (QS. Al-Isra' : 36) ("Jangan kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dipertanggung jawabkan")

Abdullah : "Saya telah berbuat salah, maafkan saya."
Wanita tua : "Laa tastriiba 'alaikumul yauum, yaghfirullahu lakum." (QS.Yusuf : 92) ("Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah telah mengampuni kamu")

Abdullah : "Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di depan."
Wanita tua : "Wa maa taf'alu min khoirin ya'lamhullah." (QS Al-Baqoroh : 197) ("Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah mengetahuinya")


Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :

Wanita tua : "Qul lil mu'miniina yaghdudhu min abshoorihim." (QS. An-Nur : 30) ("Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan mereka")

Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta itu terlalu tinggi baginya. Wanita itu berucap lagi.

Wanita tua : "Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa kasabat aidiikum." (QS. Asy-Syura' 30) ("Apa saja yang menimpa kamu disebabkan perbuatanmu sendiri")

Abdullah : "Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih dahulu."
Wanita tua : "Fa fahhamnaaha sulaiman." (QS. Anbiya' 79) ("Maka kami telah memberi pemahaman pada nabi Sulaiman")

Selesai mengikat unta itu sayapun mempersilahkan wanita tua itu naik.

Abdullah : "Silahkan naik sekarang."
Wanita tua : "Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun." (QS. Az-Zukhruf : 13-14) ("Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami")

Sayapun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.

Wanita tua : "Waqshid fi masyika waghdud min shoutik" (QS. Lukman : 19) ("Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu")

Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan beberapa syair, Wanita tua itu berucap.

Wanita tua : "Faqraa-u maa tayassara minal qur'aan" (QS. Al- Muzammil : 20) ("Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur'an")

Abdullah : "Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak."
Wanita tua : "Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab." (QS Al-Baqoroh : 269) ("Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang berilmu")

Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.

Abdullah : "Apakah anda mempunyai suami?"
Wanita tua : "Laa tas-alu 'an asy ya-a in tubda lakum tasu'kum" (QS. Al-Maidah : 101) ("Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan menyusahkanmu")

Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya kepadanya.

Abdullah : "Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?"
Wanita tua : "Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya." (QS. Al-Kahfi : 46) ("Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia")

Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.

Abdullah : "Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?"
Wanita tua : "Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun" (QS. An-Nahl : 16) ("Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk")

Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya menuju perkemahan.

Abdullah : "Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah ini?"
Wanita tua : "Wattakhodzallahu ibrohima khalilan" (QS. An-Nisa' : 125) ("Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi") "Wakallamahu musa takliima" (QS. An-Nisa' : 146) ("Dan Allah berkata-kata kepada Musa") "Ya yahya khudil kitaaba biquwwah" (QS. Maryam : 12) ("Wahai Yahya pelajarilah alkitab itu sungguh-sungguh")

Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka keluarlah anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria, seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan tenang maka berkatalah wanita itu.

Wanita tua : "Fab'atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati falyandzur ayyuha azkaa tho'aaman fal ya'tikum bi rizkin minhu." (QS. Al-Kahfi : 19) ("Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu untukmu")

Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan, lalu menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata :

Wanita tua : "Kuluu wasyrobuu hanii'an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah" (QS. Al-Haqqah : 24) ("Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari yang telah lalu")

Abdullah : "Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya."

Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :

"Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun beliau hanya berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur'an, hanya karena khawatir salah bicara."


Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Akhirnya saya pun berucap :

"Fadhluhu yu'tihi man yasyaa' Wallaahu dzul fadhlil adhiim." (QS. Al-Hadid : 21) ("Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya, Allah adalah pemberi karunia yang besar")

[Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci Para Sufi, Sayyid Abubakar bin Muhammad Syatha, hal. 161-168] dari Situs Al-Muhajir

Read More ..

Jumat, 13 Februari 2009

Menunda Dunia Untuk Allah

 

Ust. Yusuf Mansyur

Bagi saya, persoalan shalat adalah persoalan tauhid. Sebab tauhid kan sederhananya: MengenalAllah. Lalu bagaimana kualitas shalat Kita, sebagaimana itulah Kita bertauhid kepadanya. Memang
Ada urusan lain di urusan shalat, tapi semua bermula dari sini... Dari shalat...

Perrmohonan maaf kepada para peserta sebab kemaren sempat kosong tidak Ada materi. Alhamdulillah
Pagi ini Kita ketemu lagi. Insya Allah pembahasannya masih seputar shalat. Sebab buat saya, urusan
Shalat itulah urusan tauhid.

Kemaren pagi jam 11 saya nemanin istri saya check-up kami punya baby di rumah sakit. Diberitahu
Bahwa dokternya hanya sampe jam 13 saja. Alhamdulillah, urusan shalat nomor satu. Saya mengincar
Pom bensin di menjelang Mal Puri. Di sana Ada tempat shalat yang bersih. Saya belajar seperti ini.
Dan saya menyuarakan agar sebanyak-banyaknya orang juga begini. Betul-betul waspada di urusan
Shalat. Dan alhamdulillah malah nyampe jam 12.40-an. Masih belum terlambat.

Nah, kadang suka timbul pikiran begini, shalat di sana saja dah. Takutnya telat. Ntar dokternya
Malah pergi lagi. Akhirnya malah kadang terlambat semua mua. Datangnya juga terlambat. Dan sering
Juga akhirnya shalat di akhir waktu. Saya menikmati benar mendahulukan Allah ini. Saya yakin, yang
Punya jalan adalah Allah. Sehingga kalau mendahulukan Allah, niscaya jalanan akan dibuat lenggang
Oleh Allah P emi lik Jalan.

Begitulah Saudara-saudaraku, peserta Kuliah Online. Percuma juga Kita bicara Allah bila kemudian
Urusan shalat Kita berantakan. Persoalan shalat sebenernya dijad ika n Kuliah Dasar tersendiri.
Namun, karena bagi saya ini persoalan yang mendasar, maka IA dijad ika n sebagai bahagian dari
Kuliah Tauhid.

Kalau dilihat perilaku manusia-manusia di Indonesia ini, memang bertuhan namun sebenernya masih
Perlu dipertanyakan lagi ketuhanannya. Sebab seperti Ga kenal sama Allah. Contoh, di dalam pesta
Perkawinan, wuh, soal shalat, kayak Ga ketemu shalat tepat waktu di sini, kecuali segelintir saja.
Di mall, di perkantoran, di gedung-gedung, sedikit sekali yang betul-betul memerhat ika n shalat
Sebagai cerminan bertauhid yang benar.

Ok, sebagai kelanjutan bicara-bicara ini, mari Kita lanjutkan pembahasan seputar shalat. Selamat
Menikmati esai-esai pendek. Saya pilih juga cara penyajian dengan esai-esai pendek agar peserta
Mudah mempelajari Dan memahami. Juga mudah mendistribus ika n lagi kepada yang lain sebagai
Perpanjangan dakwah saya Dan kawan-kawan. Amin.

Robbija 'alnii muqiimash sholaah WA min dzurriyyatii, ya Allah ya Tuhanku, jad ika nlah aku Dan anak
Keturunanku sebagai orang-orang yang menegakkan shalat…

Ada hadiah dari Allah buat siapa saja yang mementingkan diri-Nya

Is A, membawa surat interview.
Dia ini orang yang terbiasa tepat waktu.
Ia gelisah. Sebab di surat interview itu, IA dipanggil jam 11.00. Jam yang rawan bagi dia.
Rawan apaan?

Rawan untuk tidak bisa mempersiapkan diri shalat tepat waktu.
Subhaanallaah! Padahal jam 11 kan masih jauh? Masih 1 jam menuju waktu shalat.
Iya. Itu kalo dia prediksi wawancara bisa berlangsung tepat waktu. Bagaimana kalau pewawancara
Telat. Atau IA datang di urutan wawancara nomor ke sekian? Atau wawancara akan masih berlangsung
Sedang waktu shalat sudah menjelang. Lihat ya, baru "sudah menjelang", bukan sudah datang.
Pikiran ini betul-betul mengganggu is A ini.
Tapi karena dia butuh pekerjaan, kemudian dia tetap memutuskan untuk datang.
Jam 11 kurang dia sudah sampai. Dia catatkan namanya untuk interview. Ternyata hanya dia seorang.
Aman nih.
Tapi apa yang terjadi? Ternyata is penginterview dipanggil oleh direksi. Sampe jam 11.30-an Ga
Kunjung Ada kejelasan apakah wawancara bisa dilaksanakan atau tidak, atau di jam berapa wawancara
Bisa dilaksanakan.
Di Mata is A ini, pertanyaan itu jelas IA jawab, atau bahasa lainnya, jawabannya jelas: Batal.
Betul: Batal.
Dia m emi lih tidak wawancara bila wawancara itu dilakukan di jam 12 lalu mengganggu jadual
Shalatnya. Masya Allah.
"Mbak, saya izin dulu ya. Nanti saya balik lagi. Saya titip tas di sini," katanya kepada
Resepsionis.
"Bawa aja tas nya. Emangnya mau kemana? Bapak sebentar lagi barangkali datang."
"Mau shalat dulu."
"Oh? Silahkan? Nanti saya beritahu Bapak."
Alhamdulillah, pikir is A. Kirain akan dimarahin. Ini malah dipersilahkan Dan akan dibantu untuk
Memberitahukan ke pewawancara. Alhamdulillah.


***

Sesampenya is A di ruang mushalla, belum Ada orang. Sebab baru jam 11.50. Saat itu, zuhur jam
12.08.

Kira-kira jam 12-an lewat, tapi belum datang saatnya azan, datang seorang bapak. Bersih wajahnya.
Berseri. Bapak ini sudah datang dalam keadaan berwudhu. Ditemani oleh dua orang lagi di
Sebelahnya. Juga dalam keadaan sudah berwudhu nampaknya. Sebab si A tidak meli hat ada tanda-tanda
bekas air wudhu baru.

"Mas, bukan pegawai sini ya?" tanya salah satu dari yang tiga orang tersebut.
"Iya Pak"
"Eh, kemana yang azan? Koq belum azan nih?" cetus lagi yang satu, sambil meli hat jam.
"Saya saja Pak yang azan," kata si A.

Dalam keadaan rapih baju dan celananya, dan dalam keadaan wangi, si A, azan. Ada rasa kebanggaan
di hatinya, bahwa dia bisa mengalahkan interview untuk dapat azan dan shalat zuhur berjamaah.
Berdirilah yang tiga orang tersebut, sambil menunggu azan selesai. Seolah-olah mereka mendampingi
si A ber-azan.

Selepas azan, si A tidak sempat lagi bicara-bicara dengan tiga orang tersebut. Sebab mushalla
sudah keburu ramai.
Hanya, selepas shalat ba ' diyah, pundaknya ditepuk oleh salah satu dari yang tiga. "Mas yang akan
diwawancara oleh saya ya?"
Kagetlah si A. Rupanya ia bersama-sama sang pewawancara. Satu shaf.
"Yang ngimamin shalat itu, Dirut kita," katanya datar. "Kita tunggu beliau selesai shalat sunnah."
Singkat cerita, malah si A itu diajak makan siang bersama. Dua dari yang tiga, adalah direksi.
Sedang yang mewawancara pun nampaknya m emi liki jabatan yang cukup tinggi di kantor tersebut.
Sungguh beruntung si A. Ia jaga shalatnya, malah Allah dudukkan dia dalam posisi yang sangat mulia
Bagaimana lalu dengan awawancaranya? Ya sudah tidak perlu diwawancara kali. Pertemuan di mushalla,
dan azannya si A, sudah menyelesa ika n wawancara. Alhamdulillah, subhaanallaah.

Para Peserta Kuliah Online yang budiman, kalau kita hidup dalam aturan Allah, maka Allah akan
mengaturkan hal-hal yang terbaik buat kita. Allah Maha Mengendal ika n dunia ini, dan DIA Maha
Mengetahui apa yang akan terjadi. Pintu rizki pun di tangan-Nya. Bukan di tangan siapa-siapa.

***

Memberi Jam yang Terbaik
Allah begitu baik sama kita.
Sedangkan kita??

Judul di atas bukan bermaksud memberi hadiah jam tangan. Bukan. Maksudnya, member ika n waktu
terbaik kita buat Allah. Tidak mudah loh menerapkan hal ini. Makanya, mintalah bantuan, bimbingan,
dan pertolongan Allah, agar bisa member ika n kepada Allah, waktu terbaik untuk-Nya.
Jadilah orang yang berbahagia, di mana ket ika orang sedang sibuk-sibuknya, kita bisa memotong
menghadiahkan waktu yang berharga yang kita miliki, buat Allah. Bukankah sejatinya semua punya
Allah?

Berikut ini kira-kira waktu terbaik kita:
1. Waktu istirahat kita di pertengahan malam, di dua pertiga malam, dan atau di sepertiga malam.
Untuk bangun malam. Untuk ruku ' dan sujud, memuji Allah dan memohon pertolongan- Nya. Memohon
bimbingan-Nya agar kita tidak kelelahan dalam menjalani hidup ini. Agar anak-anak menjadi
anak-anak yang saleh salehah. Agar orang-orang tua kita panjang umur, sehat dan diampuni Allah.
Dan masih banyak lagi lah. Wuah, ini berat. Tidak sedikit yang tidak mampu mengorbankan waktu
tidurnya. Karena lelahnya mencari dunia, kita lalu tidak bisa bangun malam. Atau karena banyaknya
dunia yang di tangan kita, kita lalu berat untuk bangun malam. Suasana pun barangkali sedang
nyaman, tidak sedang bermasalah.

2. Waktu pagi. Ket ika manusia langsung ngebut dengan pekerjaannya, dengan usahanya, dengan
kesibukannya, kita korbankan dulu barang sedikit untuk menegakkan shalat dhuha. Dan sebelumnya,
ket ika manusia langsung berburu dunia, kita malah tahan dulu barang sebentar untuk menegakkan
shalat shubuh. Subhaanallaah. Kalau bisa shalat shubuhnya di masjid. Masya Allah. Kita ajak
anak-anak dan istri.

3. Jam zuhur. Jam sibuk-sibuknya. Traffic lagi tinggi-tingginya. Ket ika pelanggan lagi
banyak-banyaknya, kita ridho meninggalkannya d emi Yang M emi liki diri kita dengan seluruh
pemberian-Nya. Ga usah khawatir degan berkurangnya perniagaan. Lihat saja Mekkah dan madinah.
Ket ika jam shalat, mereka tutup. Akhirnya apa? Allah malah member ika n international buyer, pembeli
internasional. Bukan sekedar local buyer.

4. Jam ashar. Jam ngantuk. Kita segarkan diri kita, dengan air wudhu. Kita segarkan batin kita,
jiwa kita, raga kita, dengan shalat ashar. Sungguh banyak kemuliaan bacaan-bacaan habis ashar.
Insya Allah akan saya banyak tulis di website.

5. Jam macet. Jam pulang. Banyak manusia yang terjebak di kemacetan, karena berburu pulang cepat.
Akhirnya tetap saja kemaleman karena memang macet. Kalau memang macet-macet juga, kenapa tidak
kita tunggu saja sampe maghrib usai. Atau syukur-syukur kita sekalian selesa ika n isya, baru kita
pulang. Kalau tetap khawatir, misalkan pulang jam 5, maka jam 18 mampir ke masjid. Jalan lagi usai
maghrib. Lalu, mampir lagi jelang isya. Dan jalan lagi setelah shalat isya. Repot memang. Tapi
insya Allah yang begini ini yang kelak akan Allah istimewakan. Manusia mau lelah, mau cape. Tapi
kali ini cape dan lelahnya, buat Allah. Bukan seperti selama ini yang untuk dunianya, untuk
perutnya, untuk keseombongannya, untuk hawa nafsunya. Subhaanallaah.


***

Habis, Kita Digaji Beliau Sih...
Kita tidak pernah tahu dengan sungguh-sungguh darimana rizki kita berasal. Barangkali, karena
itulah kita jarang mengistimewakan Allah.

"Pak Helmy, ke ruang saya ya?", perintah bos besar, datar. Tanpa ada nada suruh cepat-cepat, dan
tidak ada juga perintah untuk bersegera. Perintahnya bener-bener datar.
Bos besar ngangkat telpon, dan menekan shortcut number yang tersambung ke ruangan Pak Helmy, dan
lalu bicara begitu: "Pak Helmy, ke ruang saya ya?".
Itupun dilakukan si bos besar ini tanpa menunggu jawaban dari Pak Helmy, apakah bisa atau tidak.
Dan bos besar pun tidak tahu juga barangkali siapa yang ngangkat telpon di ruangan Pak Helmy
tersebut. Apakah benar Pak Helmy, atau bukan?
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita jadi Pak Helmy, maka kita wajibkan diri kita untuk
menyegerakan diri ke ruangan bos besar. Kita lalu merapihkan diri, dan bahkan seperti sudah
menebak apa kemauan bos besar, kita ke ruangannya membawa data-data yang barangkali diperlukan,
supaya bos besar senang.
Kalau kita jadi Pak Helmy, umpama ternyata sekretaris ruangan Pak Helmy yang mengangkat telpon
itu, lalu kemudian si sekretaris ruangan itu lupa menyampa ika n bahwa bos besar memanggil, maka
marahlah Pak Helmy, dan bersegeralah dia m emi nta maaf kepada bos besar seraya menyampa ika n bahwa
dia salah.
Kalau kita ditegor orang, "Duuuh, segitunya kalo dipanggil bos?". Maka kita akan menjawab, "Ya
wajarlah. Sebab dia kan bos nya saya. Dia yang menggaji saya. Saya bekerja di perusahaan ini sebab
keba ika n dia".
Luar biasa. Begitu hebatnya "tauhid" kita kepada bos besar tersebut.

Lalu, bagaimana dengan panggilan Allah? Bagaimana keadaan hati kita? Bagaimana keadaan diri kita?
Bagaimana penampilan kita? Bagaimana sikap kita? Silahkan jawab sendiri. Masing-masing. Dengan
jawaban yang paling jujur dari s ika p dan perilaku kita selama ini.

Semoga Allah menyayangi kita semua.

Read More ..

Kamis, 12 Februari 2009

Abu Hanifah dan Ilmuwan Atheis

Pada Zaman Imam Abu Hanifah hiduplah seorang ilmuwan besar, atheis dari kalangan bangsa Romawi.
Pada suatu hari, Ilmuwan Atheis tersebut berniat untuk mengadu kemampuan berfikir dan keluasan ilmu dengan ulama-ulama Islam. Dia hendak menjatuhkan ulama Islam dengan beradu argumentasi. Setelah melihat sudah banyak manusia yang berkumpul di dalam masjid, orang kafir itu naik ke atas mimbar. Dia menantang siapa saja yang mau berdebat dengannya.

Dan diantara shaf-shaf masjid bangunlah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat di depan mimbar, dia berkata : "Inilah saya, hendak bertukar fikiran dengan tuan".
Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena usianya yang masih muda.
Abu Hanifah berkata, "sekarang apa yang akan kita perdebatkan!".

Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, dia lalu memulai pertanyaannya :

Atheis : Pada tahun berapakah Tuhan-mu dilahirkan?
Abu Hanifah : Allah berfirman "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan".

Atheis : Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah adalah yang pertama dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya?, pada tahun berapa Dia ada?
Abu Hanifah : Dia (Allah) ada sebelum adanya sesuatu.

Atheis : Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!
Abu Hanifah : Tahukah tuan tentang perhitungan?

Atheis : Ya.
Abu Hanifah : Angka berapa sebelum angka satu?

Atheis : Tidak ada angka (nol).
Abu Hanifah : Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha satu yang hakiki tidak ada yang mendahului-Nya?

Atheis : Dimanakah Tuhan-mu berada sekarang?, sesuatu yang ada pasti ada tempatnya.
Abu Hanifah : Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?, apakah di dalam susu itu keju?

Atheis : Ya, sudah tentu.
Abu Hanifah : Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bagian mana tempatnya keju itu sekarang?

Atheis : Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu di seluruh bagian.
Abu Hanifah : Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala?, Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!

Atheis :Tunjukkan kepada kami zat Tuhan-mu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?
Abu Hanifah : Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?

Atheis :Ya, pernah.
Abu Hanifah : Sebelum ia meninggal, sebelumnya dia bisa berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?

Atheis : Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya.
Abu Hanifah : Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?

Atheis : Ya, masih ada.
Abu Hanifah: Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seperti gas?

Atheis : Entahlah, kami tidak tahu.
Abu Hanifah : Kalau tuan tidak boleh mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan zat Allah Ta'ala?!!

Atheis : Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahnya? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?
Abu Hanifah : Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?

Atheis : Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi.

Atheis : Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?
Abu Hanifah : Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya.

Atheis : Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?
Abu Hanifah : Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia.

Atheis : Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?
Abu Hanifah : Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang.

"Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?" tanya Atheis.
"Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah.

Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.

"Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?".
Ilmuwan kafir mengangguk.
"Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".

Para hadirin puas dengan jawapan yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan ilmuwan besar atheis tersebut dia mengakui kecerdikan dan keluasan ilmu yang dimiliki Abu Hanifah.




Kiriman Seri Utami - utami@metrindo.co.id
Sumber : http://www.dudung.net

Read More ..

Sebuah Doa Yang Baik

Suatu ketika, beberapa anak mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Ahmad. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Ahmad lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun, sesaat sebelum mulai, Ahmad meminta waktu sebentar untuk berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan tang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!".

Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo..ayo... cepat..cepat, maju..maju", begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Ahmad lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Ahmad. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Alhamdulillah, terima kasih."

Saat pembagian piala tiba. Ahmad maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Allah swt agar kamu menang, bukan?". Ahmad terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Ahmad.

Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Allah swt untuk menolongmu mengalahkan saudaramu yang lain. "Aku, hanya bermohon pada Allah swt, supaya aku tak menangis, jika aku kalah."
Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.


Sumber : Aldakwah.org

Read More ..

Benteng Terakhir Barshisha

Seribu satu cara untuk menggoda manusia. Itulah sumpah Iblis terlaknat dalam memburu anggota. Pantang mundur sebelum menang, siapa pun dihadapi. Semakin teguh yang dibujuk rayu, semakin canggih pula cara yang ditempuh. Dengan keuletan Iblis ini, jatuh pula Imam Barshisha, manusia alim tiada tara.
Siapa Barshisha, seorang ulama yang dikisahkan bahwa selama 200 tahun hayatnya tidak pernah berbuat maksiat, walau hanya sekejap. Diceritakan pula, berkat ibadah dan kealimannya, 9.000 muridnya bisa berjalan di atas bumi. Sampai-sampai malaikat pun kagum terhadap hamba Allah yang satu ini.

Tetapi, apa kata Allah atas kekaguman malaikat kepada Barshisha, “Apa yang kamu herankan darinya ? Sesungguhnya aku lebih mengetahhui dari apa yang tidak pernah kamu ketahui. Dan, sesungguhnya Barshisha dalam pengetahuanku,” kata Allah. Pada akhir hidupnya, Barshisha yang terkenal alim itu, berbalik menjadi kafir dan masuk neraka selama-lamanya, hanya sebab minum khamr (minuman keras). Mendengar perkataan Allah ini, Iblis merasa menemukan kunci kelemahan Barshisha. Maka datanglah Iblis ke biara Barshisha dengan menyamar sebagai orang yang alim, dengan mengenakan kain zuhudnya berupa kain tenun.
“Siapa engkau ini, dan apa maumu?” tanya Barshisha. “Aku adalah hamba Allah yang datang untuk menolongmu, dalam rangka mengabdi dan menyembah Allah,” jawab Iblis.
Dengan hati yang tegar Barshisha berkata, “Siapa yang hendak mengabdi kepada Allah, cukuplah Allah sendiri yang menolongnya dan bukan engkau.”
Kulihat mangsanya begitu tegar pendiriannya, Iblis melangkahkan jurusnya yang lain, selama tiga hari tiga malam Iblis beribadah tanpa makan, minum, dan tidur.
Melihat tamunya beribadah dengan khusyu, hati Barshisha mulai goyah. Ia kagum atas kekhusyuan tamunya yang terus-menerus beribadah kepada Allah tiga hari tiga malam tanpa makan, minum, dan tidur. Padahal, yang sealim ini tetap makan, minum, dan tidur bila beribadah kepada Allah.
Didorong rasa ingin tahu, Barshisha lalu bertanya kepada tamunya bagaimana dia bisa beribadah semacam itu. Iblis mengatakan bahwa ia pernah berbuat dosa, sehingga apabila dia teringat dosanya dia tidak bisa makan dan tidur.
“Bagaimana agar aku bisa beribadah seperti kamu ?” desak Barshisha yang mulai terpikat taktik Iblis. Kemudian Iblis menyarankan agar sekali waktu Barshisha berbuat maksiat kepada Allah, kemudian bertobat kepadanya. Dengan demikian Barshisha akan bisa merasakan kenikmatan beribadah setelah mengenang dosanya.

Kiat Iblis ini ternyata mampu menggoyahkan Barshisha. Dia bertanya kepada Iblis, “Apa yang harus aku kerjakan ?”
“Berzina,” jawab Iblis.
“Tidak mungkin, aku tidak akan melakukan dosa besar itu,” bantah Barshisha.
Iblis berkata, “Jika tidak mau berzina, membunuh orang saja, atau minum khamr yang dosanya lebih ringan.”
“Aku memilih minum khamr, tetapi di mana aku bisa mendapatkannya ?” sahut Barshisha.
“Pergilah ke desa ini,” ujar Iblis sambil menunjukkan nama desa yang dimaksud.
Atas saran Iblis, Barshisha pergi menuju desa yang dimaksud. Di sana dia bertemu dengan seorang perempuan cantik yang berjualan khamr. Ia langsung membelinya dan langsung meneguknya. Karena tidak terbiasa, maka Barshisha langsung mabuk hingga kehilangan kontrol. Kemudian dengan nafsunya, ia memaksa perempuan penjual khamr itu untuk diajak berzina. Malangnya, saat dia memperkosa perempuan tersebut, ia kepergok suaminya, maka dipukullah dia hingga hampir mati.
Saat korbannya dalam kepayahan, Iblis yang menyamar sebagai seorang alim itu berubah menjadi manusia biasa. Ia melaporkan peristiwa itu ke pengadilan dengan Barshisha sebagai terdakwa. Oleh pengadilan Barshisha dijatuhi hukuman cambuk 80 kali, sebagai hukuman minum khamr. Ditambah cambukan 100 kali atas hukuman zina, dan hakim memutuskan Barshisha dihukum gantung sebagai ganti darah.

Saat Barshisha digantung itu, Iblis datang menghampirinya dan berkata, “Bagaimana keadaanmu Barshisha ?”
Barshisha menjawab, “Siapa yang mengikuti orang jahat, inilah akibatnya,” jawab Barshisha.
Iblis berkata, “Aku sudah berupaya 200 tahun menggodamu sampai berhasil hari ini engkau digantung. Jika engkau ingin turun, aku dapat menolongmu tetapi ada syaratnya. Sujudlah kepadaku,” ujar Iblis yang masih berupaya menjebloskan mangsanya.
Barshisha, yang sudah kehilangan benteng imannya berkata, “Bagaimana aku dapat bersujud kepadamu sedang tubuhku berada dalam gantungan ?” “Tidak perlu cukup engkau bersujud dan beriman dalam hati kepadaku,” kata Iblis menegaskan. Maka, bersujudlah Barshisha dalam hatinya menuruti saran Iblis. Matilah ia dalam kekafiran menyembah Iblis.

[Sumber : Buku 1001 Kisah-Kisah Nyata oleh Achmad Sunarto telah diterbitkan oleh penerbit CV Firdaus, Jln. Kramat Sentiong Masjid, No. E 105, Telp. (021) 3144738, Jakarta Pusat]

http://www.alislam.or.id/comments.php?id=1391_0_11_0_C

Read More ..

Bidadari Syurga, Ainul Mardiyah

Pengantar

Kisah ini sudah sangat terkenal. Dikabarkan bahwa kisah ini hanyalah karangan seorang sastrawan Aceh, untuk memberikan semangat kepada pemuda pemuda di Aceh dalam melawan penjajahan. Wallahu a’lam. Namun demikian, alangkah bagusnya jika kita bisa mengambil ibroh/pelajaran dari kisah kisah tersebut.
_________________________________________________

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :


"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka"

Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."

Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."

"Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."

Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.



( Irsyadul Ibad ).
http://islam.blogsome.com/category/kisah-teladan/

Read More ..

Rabu, 11 Februari 2009

Belajar Istiqomah

Bismillah..

Untuk sebagian diantara kita, mungkin saja pernah merasakan masa-masa dimana kita sangat dekat pada Allah. Kondisinya, mungkin setelah kita bertaubat nasuha dan sadar akan ke-sementara-an hidup ini. Dan juga sangat mungkin pada saat itu kita sangat ingin untuk bisa membela agama Allah, menjadi prajuritNya yang sejati, dan menjadi khalifahNya di atas muka bumi ini dengan menegakkan segala perintah dan menjauhi segala larangan.

Tetapi yang juga tidak jarang terjadi adalah kita lupa, khilaf, dan cenderung untuk kembali kepada kondisi tidak-insyaf dan kembali kehilangan kesadaran sejati tersebut. Entah karena alasan pengaruh lingkungan, karena alasan sudah merasa terlalu lama berbuat kebaikan, atau sekedar berniat untuk mencoba merasakan suatu ketidakbaikan.

Jangan kawan. Marilah tetap. Tetap di jalan kesadaran tersebut. Karena apa yang Rasul contohkan sederhana. Berkata: Rabbunallah, kemudian Istiqomah. Ya, Belajarlah untuk beristiqomah. Silakan nikmati artikel dibawah ini.

Belajar Istiqomah
2008-09-18
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”. ( Q.S. Al-Ahqâf/46: 13-14.)

Ketika Rasulullah SAW. diminta oleh salah seorang sahabat untuk menjelaskan bagaimana beragama Islam yang baik, maka dengan kata-kata singkat beliau memerintahkan agar sahabat itu beriman kepada Allah dan beristiqamah. Dua kata-kata yang singkat dan mudah diucapkan, îmân dan istiqâmah, tapi mengandung makna yang sangat dalam yang tidak semua orang dapat melaksanakannya. Jumhur ulama memahami îmân sebagai suatu sikap yang meliputi keyakinan dalam hati, ucapan lisan, dan perbuatan oleh seluruh anggota tubuh. Sedangkan istiqâmah dipahami sebagai teguh pendirian, mempunyai prinsip, dan terus menerus dalam ketaatan melaksanakan amal saleh.

Dalam diri setiap muslim pusat keimanan terletak di dalam qalb (hati). Karena sifat hati yang selalu berubah-ubah, sebagaimana arti kata qalb itu sendiri, maka keimanan yang berada didalamnya dapat mengalami perubahan-perubahan. Itulah maka iman itu dapat bertambah dan berkurang. Semakin bersih seorang membersihkan hatinya, yang oleh Imam al-Ghazali digambarkan sebagai sebuah cermin, maka semakin bertambah tingkat keimanannya karena cahaya Illahi dapat memantulkan sinar terang ke dalam dirinya. Tapi bila seorang semakin malas membersihkan cermin hatinya itu dan membiarkannya dikotori oleh tebalnya debu kemaksiatan, maka semakin kurang dan menipis keimanan dalam hatinya karena pantulan cahaya Illahi sudah tidak tampak lagi.

Karena watak hati yang berubah-rubah sehingga mengakibatkan keimanan dapat bertambah dan berkurang, maka kita dituntut untuk memelihara hati itu agar selalu beristiqamah. Yaitu keteguhan hati dalam memegang teguh keimanan, mempunyai prinsip yang tegas dalam membela kebenaran, dan kecintaan terhadap setiap amal saleh secara terus menerus dan untuk semua orang. Bukan suatu keimanan sesaat, membela kebenaran kalau ada kepentingan pribadi atau kelompok, dan hanya bersikap angin-anginan dalam beramal saleh.

Agar istiqamah itu dapat tercapai, maka kita harus melatih diri kita secara sungguh-sungguh, berusaha agar setiap amal perbuatan kita diikuti dengan tiga rangkaian kata ijtihad, mujahadah, dan jihad. Dengan berijtihad kita dapat memastikan bahwa tindakan kita adalah suatu pilihan terbaik setelah melalui pertimbangan-pertimbangan yang mendalam. Tindakan itu harus diikuti dengan mujahadah (upaya yang sungguh-sungguh) dan terus menerus jangan sampai berhenti di tengah jalan. Dan tentu saja semuanya harus disertai dengan jihad (suatu perjuangan keras yang berkesinambungan) yang membutuhkan pengorbanan-pengorbanan dalam berbagai bentuk, seperti: tenaga, harta, pikiran, bahkan nyawa. Tanpa tiga hal itu, sulit rasanya istiqamah dapat terwujud dalam kehidupan kita.

Rasanya istiqamah harus dijadikan sebagai budaya setiap muslim. Kita semestinya sudah bosan dengan sikap plin-plan yang selalu kita lakukan. Sehari berkata begini, besoknya berkata begitu. Seminggu berbuat baik selebihnya kemaksiatan dikerjakan. Hati kita sering luluh dan hanyut ke dalam keindahan dunia, kenikmatan materi, dan bau harum kekuasaan. Kita sering tidak mampu meneguhkan hati dan memegang prinsip untuk berkata “tidak” terhadap keserakahan, kebiadaban, dan kezaliman. Sudah saatnya kita kembali kepada pesan Rasulullah SAW.: “memperteguh keimanan, kemudian beristiqamah”, dan itu artinya kita telah melaksanakan petunjuk agama secara benar dan akan mendapatkan balasan sebagaimana yang telah dijanjikan Allah dalam firman-Nya. Insyâ Allâh. Amien.

*) Dr. H. Shobahussurur, M.A.; Ketua Takmir Masjid Agung Al Azhar

Read More ..

Saad bin Abi Waqqas, Panglima Perang Umat Islam

Penolakan kaisar Persia membuat air mata Saad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim.

Kepahlawanan Saad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.

Bersama tiga ribu pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka terdapat sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan.

Pasukan ini berkemah di Qadisiyyah di dekat Hira. Untuk melawan pasukan Muslim, pasukan Persia yang siap tepur berjumlah 12O ribu orang dibawah panglima perang kenamaan mereka, Rustum.

Sebelum memulai peperangan, atas instruksi Umar yang menjadi khalifah saat itu, Saad mengirim surat kepada kaisar Persia, Yazdagird dan Rustum, yang isinya undangan untuk masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat adalah Numan bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan Yazdagird.

Untuk mengirim surat kepada Rustum, Saad mengirim delegasi yang dipimpin Rubiy bin Aamir. Kepada Rubiy, Rustum menawarkan segala kemewahan duniawi. Namun ia tidak berpaling dari Islam dan menyatakan bahwa Allah SWT menjanjikan kemewahan lebih baik yaitu surga.

Para delegasi Muslim kembali setelah kedua pemimpin itu menolak tawaran masuk Islam. Melihat hal tersebut, air mata Saad bercucuran karena ia terpaksa harus berperang yang berarti mengorbankan nyawa orang Muslim dan non Muslim.

Setelah itu, untuk beberapa hari ia terbaring sakit karena tidak kuat menanggung kepedihan jika perang harus terjadi. Saad tahu pasti, bahwa peperangan ini akan menjadi peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan mengorbankan banyak nyawa.

Ketika tengah berpikir, Saad akhirnya tahu bahwa ia tetap harus berjuang. Karena itu, meskipun terbaring sakit, Saad segera bangkit dan menghadapi pasukannya. Di depan pasukan Muslim, Saad mengutip Alquran surat Al Anbiya ayat 105 tentang bumi yang akan dipusakai oleh orang-orang shaleh seperti yang tertulis dalam kitab Zabur.

Setelah itu, Saad berganti pakaian kemudian menunaikan sholat Dzuhur bersama pasukannya. Setelah itu dengan membaca takbir, Saad bersama pasukan Muslim memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia. Peperangan Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia. Pasukan Muslim memenangi peperangan itu.

Saad lahir dan besar di kota Makkah. Ia dikenal sebagai pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Sosoknya tidak terlalu tinggi namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Orang-orang selalu membandingkannya dengan singa muda.

Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya. Meski berasal dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianut masyarakatnya. Ia membenci praktik penyembahan berhala yang membudaya di Makkah saat itu.

Suatu hari dalam hidupnya, ia didatangi sosok Abu Bakar yang dikenal sebagai orang yang ramah. Ia mengajak Saad menemui Muhammad di sebuah perbukitan dekat Makkah. Pertemuan itu mengesankan Saad yang baru berusia 20 tahun.

Ia pun segera menerima undangan Muhammad SAW untuk menjadi salah satu penganut ajaran Islam yang dibawanya. Saad kemudian menjadi salah satu sahabat yang pertama masuk Islam.

Saad sendiri secara tidak langsung memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW. Ibunda rasul, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Saad yaitu dari Bani Zuhrah. Karena itu Saad juga sering disebut sebagai Saad of Zuhrah atau Saad dari Zuhrah, untuk membedakannya dengan Saad-Saad lainnya.

Namun keislaman Saad mendapat tentangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya. Ibunya bahkan mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, ibunda Saad menolak makan dan minum sehingga kurus dan lemah. Meski dibujuk dan dibawakan makanan, namun ibunya tetap menolak dan hanya bersedia makan jika Saad kembali ke agama lamanya. Namun Saad berkata bahwa meski ia memiliki kecintaan luar biasa pada sang ibu, namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.

Mendengar kekerasan hati Saad, sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Saad bin Abi Waqqas. Di masa-masa awal sejarah Islam, kaum Muslim mengungsi ke bukit jika hendak menunaikan shalat. Kaum Quraisy selalu mengalangi mereka beribadah.

Saat tengah shalat, sekelompok kaum Quraisy mengganggu dengan saling melemparkan lelucon kasar. Karena kesal dan tidak tahan, Saad bin Abi Waqqas yang memukul salah satu orang Quraisy dengan tulang unta sehingga melukainya. Ini menjadi darah pertama yang tumpah akibat konflik antara umat Islam dengan orang kafir. Konflik yang kemudian semakin hebat dan menjadi batu ujian keimanan dan kesabaran umat Islam.

Setelah peristiwa itu, Rasulullah meminta para sahabat agar lebih tenang dan bersabar menghadapi orang Quraisy seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Alquran surat Al Muzammil ayat 10. Cukup lama kaum Muslim menahan diri. Baru beberapa dekade kemudian, umat Islam diperkenankan melakukan perlawanan fisik kepada para orang kafir. Di barisan pejuang Islam, nama Saad bin Abi Waqqas menjadi salah satu tonggak utamanya.

Ia terlibat dalam perang badar bersama saudaranya yang bernama Umair yang kemudian syahid bersama 13 pejuang Muslim lainnya. Pada perang Uhud, bersama Zaid, Saad terpilih menjadi salah satu pasukan pemanah terbaik Islam. Saad berjuang dengan gigih dalam mempertahankan Rasulullah SAW setelah beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka. Saad juga menjadi sahabat dan pejuang Islam pertama yang tertembak panah dalam upaya mempertahankan Islam.

Saad juga merupakan salah satu sahabat yang dikarunai kekayaan yang juga banyak digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal karena keberaniannya dan kedermawanan hatinya. Saad hidup hingga usianya menjelang delapan puluh tahun. Menjelang wafatnya, Saad meminta puteranya untuk mengafaninya dengan jubah yang ia gunakan dalam perang Badar. ''Kafani aku dengan jubah ini karena aku ingin bertemu Allah SWT dalam pakaian ini,''ujarnya.



Tabloid Jumat Republika

Read More ..

Bilal bin Rabah, Muadzin Pertama Islam

Siapa tak kenal Bilal bin Rabah. Ia merupakan muadzin pertama yang dimiliki umat Islam. Bilal juga termasuk golongan pertama yang masuk Islam atau tepatnya orang ketujuh yang masuk Islam pertama kali.

Persentuhan Bilal dengan Islam dimulai ketika ia masih menjadi budak Umayyah. Perbincangan Umayyah dengan tamunya soal kehadiran agama baru yang dibawa Muhammad secara tak sengaja terdengar oleh Bilal.

Meski belum mengenali Muhammad secara pribadi, namun Bilal telah sering mendengar sosoknya. Lelaki bersahaja dan juga jujur dari Bani Hasyim itu sangat dihormati oleh bangsa Quraisy. Seketika ketertarikan Bilal terhadap Islam dan ajaran yang dibawa Muhammad membuncah.

Bilal pun segera menemui Abu Bakar yang sudah terlebih dahulu masuk Islam. Bilal meminta Abu Bakar untuk mengantarnya menemui Rasulullah SAW. Tak perlu waktu lama bagi Bilal untuk menyatakan keislamannya.

Keimanan Bilal langsung diuji setelah bersyahadat. Jika Abu Bakar dan bangsawan Quraisy lainnya aman dari perlakuan kejam sesama bangsa Quraisy yang benci terhadap Islam, lain halnya dengan Bilal. Sebagai budak dari anggota suku Quraisy terkejam, Bilal dipaksa untuk keluar dari Islam dan kembali kepada agama nenek moyangnya yang menyembah berhala.

Majikannya, Umayyah memaksa Bilal keluar dari Islam dengan segala cara. Pada siang yang terik, Bilal dipaksa memakai baju besi kemudian dikubur dalam pasir yang sangat panas hingga hanya kepalanya saja yang nampak.

Ia pun sering dipaksa Umayyah untuk berbaring telentang di atas pasir yang sangat panas. Kemudian tubuh Bilal ditindih oleh batu yang sangat besar dan berat. Di lain waktu, Bilal diikat lehernya dan diseret ke kota Mekkah. Meski demikian, Bilal tetap bertahan seraya berucap "Ahad, Ahad."

Suatu kali, akibat penyiksaan yang luar biasa kejam ini, Bilal pingsan. Ketika ia sadar kembali, ia menghadapi teriakan Umayyah yang memaksanya untuk keluar dari Islam. Dengan kejam Umayyah mengancam akan membunuhnya dengan menyiksanya kecuali ia tidak mengakui Muhammad SAW sebagai utusan Tuhan. Namun Bilal tetap kokoh dan bertahan dengan keyakinannya.

Suatu hari, Abu Bakar berjalan melintasi tempat dimana Bilal sedang mengalami penyiksaan. Karena kasihan, Abu Bakar pun segera meminta Umayyah menjual Bilal kepadanya.

Karena tak rela Bilal dimiliki Abu Bakar, Umayyah pun mematok harga yang sangat tinggi. Namun Abu Bakar tetap membayarnya.

Bilal kemudian bekerja pada Abu Bakar. Namun kemudian ia berhenti dan memutuskan membantu Rasulullah SAW menyebarkan ajaran Islam. Bilal juga menjadi pengawal Rasulullah SAW yang senantiasa siap membela Rasul.

Ketika Rasulullah pergi hijrah ke Madinah, Bilal termasuk yang ikut serta. Ia selalu menemani dan menjaga Rasulullah kemanapun, termasuk dalam setiap peperangan.

Pada awalnya, untuk mengetahui jam shalat, umat Islam menjalankannya dengan terlebih dahulu menentukan waktu kemudian berkumpul untuk shalat. Namun karena menyulitkan, akhirnya Rasulullah SAW berpikir untuk memanggil umat menggunakan terompet.

Namun Rasulullah SAW sendiri tidak menyukai ide ini karena orang Yahudi juga menggunakan cara yang sama. Akhirnya disepakati panggilan azan ketika memasuki jam shalat dilakukan dengan tepukan tangan.

Tak berapa lama kemudian, salah seorang sahabat, Abdullah bin Zaid datang menemui Rasulullah. Ia berkata bahwa ia bermimpi bertemu seorang pria yang menggunakan dua helai kain berwarna hijau seraya membawa bel.

Dalam mimpi itu, Abdullah lalu menawarkan diri untuk membeli bel tersebut. Ketika pria itu bertanya untuk tujuan apa ia gunakan bel tersebut, Abdullah menyatakan bahwa bel itu akan ia gunakan untuk memanggil orang-orang untuk sholat.

Namun pria itu menawarkan panggilan shalat yang lebih baik yaitu menyebutkan empat kali seruan "Allahu Akbar" lalu dua kali seruan "asyhadualla ilaaha illallah", kemudian dua kali seruan "asyhadu Annamuhammadarrasulullah", lalu dua kali seruan "hayya 'alas sholah", dua kali seruan "hayya 'alal falah" lalu "Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallah".

Dengan gembira, Rasulullah SAW menyatakan bahwa itu itu adalah sebuah penglihatan baik. Rasulullah SAW segera meminta Abdullah pergi menemui Bilal dan mengajarkan adzan tersebut padanya. Bilal dipilih sebagai muadzin karena ia memiliki suara indah dan keras, sehingga bisa menjangkau jarak yang jauh.

Sejak saat itulah pertama kali adzan diperdengarkan di kota Madinah dan Bilal menjadi muadzinnya.

Setiap usai melantunkan adzan, Bilal selalu berdiri di depan pintu rumah Rasulullah SAW dan berkata "Hayya alas-salah, hayya 'alal-falaah (Mari kita Shalat, Mari dirikan kemenangan)." Ia berucap mengingatkan Rasulullah SAW bahwa telah masuk waktu shalat. Begitulah Bilal setiap kali ia usai melantunkan adzan.

Bilal sangat menikmati perannya sebagai muadzin Rasul sampai kemudian Rasulullah SAW meninggal dunia. Meski semua umat Islam larut dalam kesedihan, mereka tidak melupakan kewajiban shalat. Karena itulah mereka meminta Bilal untuk kembali melantunkan adzan.

Bilal pun bersiap mengumandangkan adzan pertamanya setelah wafatnya Rasul. Namun baru saja ia berucap "Allahu Akbar.." dan hendak mengucap nama Rasulullah SAW, ia tidak kuasa menahan kesedihan. Bilal menangis terisak-isak sehingga ia tidak meneruskan adzannya. Ia lalu berkata bahwa ia tidak akan pernah lagi mengumandangkan adzan.

Bilal meminta Abu Bakar yang menjadi khalifah, untuk membiarkannya pergi Suriah. Bilal kemudian menetap di kota Damaskus hingga akhir hidupnya.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Bilal hanya melantunkan adzan dua kali. Pertama ketika Umar bin Khattab datang ke Damaskus. Sementara yang kedua ketika ia mengunjungi makam Rasulullah SAW di Madinah. Mendengar suaranya, semua yang hadir menangis karena teringat masa Rasulullah masih ada.




Tabloid Jumat Republika

Read More ..

Abdullah bin Abbas, Menjadi "Tinta" bagi Umat

Di antara sahabat-sahabat Rasulullah SAW, terdapat beberapa sahabat kecil yang ketika bersyahadat mereka berusia sangat muda. Atau, ketika mereka dilahirkan, orang tuanya telah menjadi Muslim lebih dulu. Salah satunya adalah Abdullah bin Abbas, atau lebih dikenal dengan Ibnu Abbas.

Ibnu Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Boleh dikata, ia hidup bersama Rasulullah SAW dan belajar langsung dari beliau. Ia adalah sepupu Rasulullah. Rasulullah pernah merengkuhnya ke dada beliau seraya berdoa, "Ya Allah, ajarilah ia al-hikmah." Dalam suatu riwayat disebutkan, "(Ajarilah ia) al-Kitab (Alquran)."

Suatu ketika, Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung bagaimana cara Rasulullah shalat. Untuk itu, ia sengaja menginap di rumah bibinya, ummahatul mu'minin, Maimunah binti al-Harist.

Tengah malam, ia melihat Rasulullah bangun dan pergi berwudhu. Dengan sigap Ibnu Abbas membawakan air untuk berwudhu, sambil diam-diam mengamati cara Rasulullah bersuci. Rasul SAW melihatnya, sambil mengusap kepalanya dan berdoa, ''Ya Allah, anugerahilah pemahaman agama kepadanya.''

Kemudian Rasulullah berdiri untuk sholat lail yang dimakmumi oleh isteri beliau, Maimunah. Ibnu Abbas tak tinggal diam, dia segera berdiri di belakang Rasulullah SAW; tetapi RasuluLlah kemudian menariknya agar ia berdiri sedikit berjajar dengannya.

Ibnu Abbas berdiri sejajar dengan Rasulullah, tetapi kemudian ia mundur lagi ke shaf belakang. Seusai sholat, Rasulullah mempertanyakan sikap Ibnu Abbas ini, dan dijawab oleh Ibnu Abbas bahwa rasanya tak pantas dirinya berdiri sejajar dengan seorang utusan Allah SWT. Rasulullah ternyata tidak memarahinya, bahkan beliau mengulangi doanya ketika berwudhu.

Ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun, Rasulullah wafat. Ia sangat merasa kehilangan. Tapi hal ini tidak menjadikan kesedihannya berlarut-larut. Ia memantapkan hati untuk nyantri para para sahabat Rasul SAW.

Dengan sabar, ia menunggu para sahabat pulang dari kerja keseharian atau dakwahnya. Bahkan kalau sahabat tadi kebetulan sedang berisitirahat, Ibnu Abbas dengan sabar menanti di depan pintu rumahnya, bahkan hingga tertidur.

Dan, sesuai doa Rasulullah, Ibnu Abbas mendapatkan banyak ilmu. Ketekunannya belajar membuatnya menjadi seorang ulama yang mumpuni. Ia dijuluki sebagai 'tinta'-nya umat, dalam menyebarkan tafsir dan fikih.

Ibn Umar pernah berkata kepada salah seorang yang bertanya mengenai suatu ayat kepadanya, "Berangkatlah menuju Ibnu Abbas lalu tanyakanlah kepadanya sebab ia adalah sisa sahabat yang masih hidup yang paling mengetahui wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW."

Umar bin Khattab selalu mengundang Ibnu Abbas dalam majelis syura-nya dengan beberapa sahabat senior. Ia selalu berkata kepada Ibnu Abbas agar ia tidak perlu sungkan menyampaikan pendapat.

Beberapa sahabat Umar mempertanyakan kenapa mengajak "anak muda" dalam diskusi mereka. Umar menjawabnya dengan mengundang para sahabat, termasuk Ibnu Abbas. Umar berkata, "Apa pendapat kalian mengenai firman Allah, 'Bila telah datang pertolongan Allah dan Penaklukan.' (surat An-Nahsr hingga selesai). Maka, sebagian mereka berkata, "Kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampun kepada-Nya bila kita menang (dapat menaklukkan Mekkah)." Sebagian lagi hanya terdiam saja. Lalu, Umar pun berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah kamu juga mengatakan demikian?" Ia menjawab, "Tidak."

Lalu Umar bertanya, "Kalau begitu, apa yang akan kamu katakan?" Ia menjawab, "Itu berkenaan dengan ajal Rasulullah SAW di mana Allah memberitahukan kepadanya bila telah datang pertolongan-Nya dan penaklukan kota Mekkah, maka itulah tanda ajalmu (Rasulullah-red), karena itu sucikanlah Dia dengan memuji Rabbmu dan minta ampunlah kepada-Nya karena Dia Maha Menerima Tobat." Umar pun berkata, "Yang aku ketahui memang seperti yang engkau ketahui itu." Secara tidak langsung Umar hendak menjawab, kendati muda, keilmuan Ibnu Abbas sangat mumpuni.

Dalam masa kekhalifahan Utsman bin Affan RA, ia bergabung dengan pasukan Muslimin yang berekspedisi ke Afrika Utara, di bawah pimpinan Abdullah bin Abi-Sarh. Ia terlibat dalam pertempuran dan dalam dakwah Islam di sana. Ia juga menjadi amirul hajj pada tahun 35 Hijrah.

Di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Abbas mengajukan permohonan untuk berdakwah kepada kaum Khawarij. Melalui dialog dan diskusinya yang intens, sekitar 12 ribu dari 16 ribu Khawarij bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang benar.

Ia sempat diangkat menjadi penguasa di Bashrah oleh khalifah Ali. Namun tatkala Ali meninggal karena terbunuh, ia pulang ke Hijaz, bermukim di Mekkah, sebelum akhirnya menuju Tha`if dan wafat di sana.

Ibnu Abbas meninggal pada tahun 68 H dalam usia 71 tahun. Di hari pemakamannya, sahabat Abu Hurairah RA, berkata, "Hari ini telah wafat ulama umat. Semoga Allah SWT berkenan memberikan pengganti Abdullah bin Abbas."



Tabloid Jumat Republika

Read More ..

Abuzar Al Ghifari, Sahabat dari Suku Ghifar

Sosok sahabat yang satu ini sudah menjadi penentang pemujaan berhala sejak sebelum ia mengenal Islam. Meski besar di kelompok yang memuja berhala, namun Jundub bin Junadah, yang biasa dipanggil Abuzar, sejak kecil selalu menolak menyembahnya. Pemuda yang berasal dari suku Ghifar di bukit Waddan, dekat kota Mekkah ini, menganggap pemujaan berhala merupakan kepercayaan yang tidak masuk akal.

Abuzar pertama kali bersentuhan dengan Islam ketika ia mendengar kabar bahwa di Makkah ada seorang pria yang mengaku dirinya adalah nabi. Ia berharap pria ini memang seorang nabi dan kedatangannya bisa mengubah hati, pikiran, dan kepercayaan sukunya dari kegelapan.

Ia kemudian meminta adiknya yang bernama Anis untuk segera pergi ke Makkah untuk mencari kebenaran berita itu. Sesuai permintaan Abuzar, Anis pergi ke Mekkah dan bertemu Rasulullah.

Setelah itu, ia pulang dan menyampaikan apa yang ia lihat dan dengar di Makkah. Ia menyebut kalau sosok yang ia temui adalah sosok yang rendah hati, bersahaja, dan kalimat yang meluncur dari mulutnya bukanlah puisi atau syair yang dibuat manusia.

Mendengar hal tersebut, Abuzar sangat tertarik dan memutuskan untuk melihat sendiri ke Makkah. Namun Anis memperingatkannya untuk berhati-hati terhadap orang Mekkah yang membenci pria bernama Muhammad itu.

Di Makkah, karena tak memiliki tempat tinggal, ia tidur di dekat Kabah. Suatu malam, ketika tengah tertidur, Ali ibn abi Talib berjalan melewatinya. Menyadari orang yang dilewatinya adalah orang asing, Ali lalu membangunkan dan mengajak Abuzar menginap di rumahnya.

Paginya ia bangun, lalu kembali ke dekat Kabah untuk mencari sosok sang nabi. Namun ia tidak berkata dan bertanya apapun kepada siapapun sehingga ia tidak bertemu Nabi Muhammad SAW.

Malamnya, Abuzar kembali tidur di dekat Kabah. Ali yang melihatnya kembali mengajaknya menginap di rumahnya. Meski demikian, keduanya tidak bercakap-cakap sedikitpun.

Baru pada malam ketiga, Ali bertanya kepada Abuzar soal alasannya datang ke Makkah. Abuzar berkata ia bersedia mengungkapkan alasannya asal Ali mmembawanya kepada orang yang ingin ia temui. Setelah Ali setuju, Abuzar berkata bahwa ia datang dari jauh dan ingin menemui sosok nabi yang dikabarkan ada di Makkah. Ia menyebut ingin bertemu dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh nabi tersebut.

Mendengar hal tersebut, seketika wajah Ali berubah menjadi cerah dan dipenuhi kegembiraan. Malam itu, Abuzar tidak bisa tidur karena kegembiraan dan rasa penasarannya yang luar biasa.

Pertemuan pertama itu terjadi di Makkah. Mendengar kisah Abuzar, Rasulullah kemudian membacakan beberapa ayat Alquran. Tidak butuh waktu lama untuk membuat Abuzar Al Ghifari membaca syahadat dan menjadi seorang Muslim.

Ia adalah salah satu sahabat yang pertama kali masuk Islam. Setelah itu, Abuzar menetap bersama Rasul di Mekkah. Ia belajar Islam dan Alquran dengan giat.

Khawatir dengan perlakuan orang Quraisy, Rasulullah meminta Abuzar untuk tidak mengumukan dirinya sudah menjadi seorang Muslim kepada orang Quraisy. Rasulullah khawatir Abuzar akan disiksa.

Namun dengan berani, Abuzar berkata, "Demi Allah yang ditangan-Nya nyawaku berada, aku tidak akan meninggalkan Makkah sampai aku pergi menuju Kabah dan menyatakan kebenaran kepada bangsa Quraisy."

Di tengah kerumunan warga Quraisy di dekat Kabah, Abuzah berkata dirinya telah bersyahadat. Mendengar hal itu, orang Quraisy menjadi sangat marah. Mereka mulai memukuli Abuzar dan bermaksud membunuhnya.

Namun untunglah ada Abbas bin Abdul Muttalib. Abuzar pun segera dilindungi dan diselamatkan oleh paman Rasulullah itu.

Kepada orang Quraisy, Abbas mengatakan bahwa Abuzar berasal dari suku Ghifar yang daerahnya dilintasi kafilah dagang Quraisy. Karena takut dibalas, akhirnya orang Quraisy membebaskannya.

Rasul kemudian meminta Abuzar kembali dan menyampaikan apa yang telah ia pelajari kepada sukunya. Abuzar kemudian kembali ke sukunya dan menemukan adiknya telah menjadi seorang Muslim juga.

Keduanya kemudian mengajak ibunya yang segera bersyahadat. Mereka tidak pernah berhenti menyebarkan Islam sehingga pada akhirnya, komunitas ini menjadi salah satu komunitas Muslim terbesar.

Setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah, ia menyusul ke sana. Abuzar kemudian memperkuat pasukan Muslim dalam perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Di Madinah, Abuzar meminta izin agar ia diperbolehkan melayani dan selalu menemani Rasulullah.

Setelah Rasulullah meninggal, Abuzar memutuskan untuk pergi dari Madinah. Ia merasa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan di kota ini. Abuzar memutuskan pindah ke sebuah daerah di gurun kawasan Suriah. Ia tinggal disana selama masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Selama masa kekhalifahan Ustman bin Affan, Abuzar tinggal di Damaskus. Ia sangat perihatin melihat orang Islam yang senang dengan kehidupan duniawi dan senang hidup bermewah-mewahan. Sehingga kemudian ia dipanggil pulang ke Madinah oleh Usman.

Di Madinah, kritikannya tidak berhenti. Ia mengecam orang-orang yang menikmati kehidupan duniawi sehingga oleh Usman akhirnya ia diminta pindah ke Rubdhah, sebuah desa kecil di dekat Madinah.

Ia hidup dalam kesederhanaan. Seorang pria pernah datang ke rumahnya dan bertanya kepada Abuzar tentang barang apa yang ia miliki. ''Aku memiliki rumah di akhirat, dan itu merupakan milikku yang paling berharga,'' ujarnya. Abuzar bersikukuh hidup dalam kesederhanaan dan senantiasa berhemat atas apa yang ia miliki.

Suatu ketika, amir dari Suriah mengirimnya uang sebanyak 300 dinar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Abuzar kemudian mengembalikan uang tersebut dan menyatakan agar sang amir memberikannya kepada mereka yang lebih membutuhkannya daripada dirinya.

Abuzar meninggal dunia pada tahun 32 Hijriah. Terhadap sosoknya yang luar biasa, Rasulullah pernah berkata seluruh bumi dan langit belum pernah ada orang yang begitu tulus dan setia daripada Abuzar Al Ghifari.



Tabloid Jumat Republika

Read More ..

Zubair bin Awwam, Murid Rasulullah SAW

Naufil seringkali membungkus tubuh suami Asma ini dengan kasur, lalu menyalakan api di sekelilingnya, agar dia mau meninggalkan Islam.

Zubair adalah putra Al Awwam dan ayah dari Abdullah. Rasulullah SAW menyebutnya sebagai hawari-e-Rasul, atau murid sang penyampai pesan Allah SWT. Ia merupakan satu dari sepuluh orang sahabat yang dijanjikan masuk surga.

Keunggulan pribadinya barangkali tergambar dari apa yang dikatakan Umar bin Khattab atas sosoknya. Umar menyebut Zubair sebagai salah satu pilar Islam. Selain sebagai sahabat yang paling pertama menganut Islam, Zubair memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW.

Zubair merupakan sepupu Rasulullah SAW dari bibinya Safiyah yang juga salah satu puteri Abdul Mutthalib. Sementara Khadijah binti Khuwailid yang merupakan istri Rasulullah SAW adalah bibi Zubair, sehingga dalam hal ini Rasulullah SAW merupakan pamannya.

Kemudian Asma, putri Abu Bakar Siddiq dan kakak tertua Aisyah yang kemudian menjadi isteri Rasulullah SAW, merupakan isteri dari Zubair, sehingga ia merupakan saudara ipar Rasulullah SAW. Selain itu, secara silsilah keturunan, Zubair bin Awwam dan Rasulullah SAW berasal dari satu nenek moyang yaitu dari Qusai putra Kalab.

Ayah Zubair, Al Awwam, meninggal ketika Zubair masih kecil. Ibunya, Safiyah, merupakan wanita pemberani yang sangat tegas yang menginginkan putranya juga menjadi seorang yang berani. Ia memaksa Zubair belajar dan bekerja keras agar menjadi besar dan kuat. Untuk mewujudkan hal ini, Safiyah tak segan memukuli Zubair kecil tanpa ampun. Suatu hari, sang paman Naufil melihat Zubair tengah dipukuli Safiyah.

Karena kasihan ia pun melaporkannya kepada tetua Bani Hashim, suku yang menaungi Safiyah. Ia menyatakan Safiyah berlaku sangat kejam karena memukuli putranya. Ketika hal ini terdengar oleh Safiyah, ia menyebut bahwa tindakan ini dilakukannya bukan karena kebencian, melainkan untuk mendidik Zubair agar menjadi orang yang bijaksana.

Barangkali didikan inilah yang menjadikan Zubair bin Awwam sebagai salah satu sahabat paling pemberani. Ia selalu siap menghadapi segalam macam bahaya dan siap menanggung semua rasa sakit dan masalah selama awal kehadiran Islam di Mekkah.

Suatu hari beredar isu bahwa Rasulullah SAW ditangkap oleh orang Quraisy, bahkan beliau diberitakan syahid. Zubair yang sedang di rumahnya untuk beristirahat mendengar kabar ini. Dengan segera, remaja yang baru berusia 16 tahun ini bangkit, keluar rumah dengan membawa pedang di tangannya.

Ia segera mendatangi rumah Rasulullah SAW dengan wajah merah karena marah. Ternyata isu tidak benar, karena Rasulullah SAW tengah berada di rumahnya tanpa kurang satu apapun. Melihat Zubair, Rasul pun bertanya mengapa ia membawa pedang. Dengan gembira, Zubair berucap bahwa ia bersyukur dan sangat gembira melihat Rasulullah SAW dalam keadaan baik-baik saja dan aman.

Mendengar berita salah tentang dirinya, Rasul tersenyum. Rasul bertanya, jika memang isu tersebut terjadi apakah yang akan dilakukan Zubair. Zubair berkata bahwa ia lebih memilih mati daripada harus hidup tanpa Rasulullah SAW. Lagi-lagi Rasul tersenyum sambil menunjuk pedang yang tengah dipegang Zubair. Rasul berkata "Inilah pedang pertama yang terhunus karena Allah SWT dan Rasulnya."

Dibenci sang paman


Jika masa kecil, Zubair dilimpahi kasih sayang dari sang paman, Naufil, lain halnya ketika ia sudah masuk Islam. Setelah Zubair mengucapkan syahadat, sang paman yang dulu sangat menyayanginya berubah menjadi musuh yang paling kejam. Ia bahkan menjadi lebih kejam dari Safiyah yang dulu selalu memukuli Zubair ketika kecil.

Ahli sejarah mengatakan, kebencian dan kekejaman Naufil terhadap Zubair sangat besar. Naufil seringkali membungkus seluruh badan Zubair menggunakan kasur, kemudian ia menyalakan api di sekelilingnya. Ketika Zubair tercekik tidak bisa bernafas karena dipenuhi asap, pamannya yang kejam memaksanya untuk kembali ke ajaran nenek moyangnya.

Namun dengan berani Zubair menolak perintah pamannya. Dengan gagah, Zubair remaja berkata, "Tidak mungkin saya melepaskan keimanan saya atas Allah SWT. JIka saya mati, saya harus mati dalam keadaan Muslim dan bukannya sebagai seorang kafir."

Ketika kekejaman Naufil mencapai puncaknya, dengan izin Rasulullah SAW, Zubair akhirnya meninggalkan Makkah dan berhijrah ke Abyssinia (sekarang Ethiopia). Namun ia tidak tinggal lama di kota ini. Setelah beberapa waktu ia kembali ke Makkah dan mulai berbisnis. Bisnis yang digeluti Zubair membuatnya kaya raya dan menjadi salah satu sahabat terkaya, selain Usman bin Affan.

Meski demikian, Zubair merupakan orang yang menginfakkan jiwa dan raganya, termasuk hartanya, untuk menegakkan kalimah Allah di muka bumi. Zubair memiliki seribu orang budak, dan selalu membayar pajaknya. Namun ia tidak pernah mengambil uang-uang tersebut melainkan memginfakkannya di jalan Allah SWT.

Karena kesibukan bisnisnya inilah, maka Zubair tidak ikut menyertai kepergian Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah. Saat ini terjadi, Zubair tengah dalam perjalanan bisnis ke Suriah. Ketika ia kembali ke Makkah, ia bertemu Rasulullah SAW dan Abu Bakar Siddiq yang tengah berangkat menuju Madinah dari Makkah.

Karena saat itu ia berada dalam rombongan bisnis, maka Zubair memutuskan menunda kepergiannya hijrah bersama Rasulullah. Ia membekali Rasulullah dengan pakaian dan perbekalan untuk perjalanan ke Madinah. Namun tak lama kemudian, bersama sang bunda Safiyah, dan istrinya Asma, Zubair pergi menyusul Rasulullah SAW ke Madinah.

Di Madinah, Rasulullah SAW telah berhasil mewujudkan Moakhah atau hubungan kekerabatan berdasar Islam antara golongan Muhajirin dari Mekkah dengan golongan Anshor dari Madinah. Berdasarkan hubungan ini, Zubair menjadi saudara se-Islam dengan Salma, putera Salama yang berasal dari Bani Ash-hal, sebuah klan keluarga di Madinah dari suku Aus. Zubair bin Awwam meninggal 33 tahun setelah hijrah. Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, "Zubair dan Thalhah akan menjadi tetanggaku di surga."



Tabloid Jumat REPUBLIKA

Read More ..

Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga

Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).

1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.

2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.

Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas

Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah

Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.




Oleh: Tim dakwatuna.com
www.dakwatuna.com

Read More ..

Mus'ab bin Umair, Syahid Mempertahankan Panji Islam

Mus'ab bin Umair lahir dan besar dalam keluarga kaya raya. Ia dimanjakan dengan kemewahan, kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtuanya. Ia senantiasa menggunakan pakaian termahal dan sepatu paling modis yang hanya bisa dipenuhi oleh keluarga kaya dan paling berpengaruh.

Sebagai pemuda, ia sangat dibanggakan oleh bangsa Quraisy. Bukan hanya karena ketampanan dan gayanya, melainkan juga karena kecerdasannya. Meski masih remaja, ia telah mendapatkan keistimewaan sehingga bisa menghadiri pertemuan-pertemuan yang digelar bangsawan Quraisy.

Di antara penduduk Mekkah saat itu, isu yang tengah berkembang adalah mengenai Muhammad, yang dikenal di kalangannya sebagai Al Amin (yang dapat dipercaya) -- Muhammad menyatakan diri bahwa Allah telah mengirimnya sebagai pengirim kabar baik dan pemberi peringatan.

Mus'ab mendengar bahwa Muhammad dan mereka yang percaya terhadap ajarannya tengah berkumpul di rumah Arqam, di dekat bukit Safa. Untuk memuaskan keingintahuannya, Mus'ab memutuskan untuk mendatangi rumah tersebut dengan sikap bermusuhan.

Ia menemukan Rasulullah tengah mengajarkan pengikutnya tentang ayat-ayat Alquran dan mempraktikan sholat. Ia terpesona dengan apa yang ia lihat dan ia dengar. Kata-kata dalam Alquran telah memberikan kesan mendalam baginya.

Sejak pertemuan pertamanya dengan Rasulullah, Mus'ab muda kemudian memutuskan dirinya menjadi pengikut Muhammad. Ia menjadi seorang Muslim. Pikiran tajam, keteguhan hati, kebulatan tekad, kefasihan, dan karakternya yang menawan kini ia tujukan untuk melayani Islam.

Satu-satunya masalah Mus'ab ketika ia memutuskan masuk Islam adalah kesulitannya dalam menghadapi ibu tercintanya yang bernama Khunnas bin Malik. Sang ibu adalah wanita yang keras hati dan berkuasa.

Ia menutupi kemuslimannya. Namun pada akhirnya, tabir pun tersingkap. Bangsa Quraiy geram mengetahui Mus'ab telah menjadi pengikut Muhammad. Mereka pun segera melaporkan hal ini kepada ibunda Mus'ab. Namun sebelum orang Quraisy tiba, Mus'ab memutuskan ia harus lebih dahulu menyampaikan kebenaran ini kepada sang ibu.

Mendengarkan penjelasan anaknya, sang ibu yang begitu memanjakan puteranya ini menjadi sangat marah. Ia menarik Mus'ab ke sebuah sudut rumah dan mengikatnya. Mus'ab menjadi tawanan di rumahnya sendiri.

Dengan menggunakan trik, Mus'ab akhirnya berhasil kabur dan bergabung bersama rombongan umat Muslim yang hendak pindah ke Abbyssinia dan menyeberangi Laut Merah menuju Afrika. Namun meski merasakan kedamaian dan keamanan di Negus, umat Muslim ingin kembali ke Mekkah dan bergabung bersama Rasulullah.

Karena kerinduannya, ia pun menemui sang ibu. Peristiwa ini sangat menyedihkan bagi keduanya. Namun karena masing-masing tetap bertahan pada keyakinannya, maka pertemuan ini tetap tidak mempersatukan keduanya. Sang ibu bahkan mengusir Mus'ab dan menganggapnya bukan anaknya lagi.

Mus'ab pun pergi dan meninggalkan segala kekayaan dan kemewahan yang selama ini ia nikmati. Ia menanggalkan segala kemewahan dan berpakaian layaknya orang biasa. Ia bertekad menggunakan segenap potensinya untuk mengembangkan ajaran Islam.

Sepuluh tahun berlalu sejak Rasulullah mengenalkan ajaran Islam untuk pertama kalinya, namun sikap orang Quraisy tetap sama. Mereka masih memusuhi Islam dan bersikap kasar terhadap para pengikutnya. Suatu hari Rasulullah meminta Mus'ab untuk pergi ke Yasrib untuk mengajarkan Islam kepada beberapa orang yang telah menganut Islam. Ia juga diminta mempersiapkan Madinah sebelum umat Islam berhijrah kesana.

Mus'ab dipilih Rasulullah untuk tugas ini dan ia terpilih dari sekian banyak sahabat yang jauh lebih tua darinya. Ia dipiliha karena ia memiliki wibawa lebih tinggi daripada sahabat yang lain. Selain itu, ia juga berasal dari kalangan bangsawan dengan perilakunya yang baik dan kecerdasannya. Pengetahuannya tentang ayat-ayat dalam Alquran dan kemampuannya untuk menyampaikannya dengan sangat indah telah menjadi salah satu alasan penunjukannya.

Mus'ab datang ke Madinah dan menjadi tamu dari Saad bin Ibnu Zurarah dari suku Khawarij. Bersama-sama, mereka mendatangi umat dan mengajarkan Islam serta ayat-ayat suci Alquran. Lewat tangannya, banyak penduduk Yasrib yang kemudian memeluk Islam. Bahkan, Usaid bin Khuydar, tokoh yang begitu membenci Islam, berhasil diyakinkannya dan menjadi Muslim.

Bukan hanya Usaid, Mus'ab juga berhasil mengislamkan Saad bin Muaz dan Saad bin Ubadah yang merupakan petinggi Yasrib. Dengan masuk Islamnya ketiga orang tersebut, banyak penduduk Yasrib yang merupakan pengikut ketiga orang ini mengikuti jejak pimpinan mereka.

Kurang dari setahun sejak kedatangannya di Yasrib, Mus'ab kembali ke Mekkah bersama 75 Muslim lainnya. Ia kemudian terlibat dalam berbagai pertempuran, antara lain perang Badar. Dalam perang itu, ia bahkan berhadap-hadapan dengan saudaranya, Abu Aziz bin Umair.

Pada perang Uhud, Rasulullah memanggil Mus'ab bin Umair atau dikenal sebagai Mus'ab al Khair (yang baik) untuk membawa panji Islam. Dalam pertarungan, nyawa Rasulullah terancam. Dengan semangat membara, di satu tangan Mus'ab memegang panji Islam, sementara tangan lainnya memegang senjata dan membasmi musuh. Tiba-tiba, seorang pria Quraisy berkuda mendekatinya dan memenggal tangan kanannya. Sambil mengucap nama Allah, Mus'ab pun terjatuh dan panji yang dibawanya ikut jatuh.

Usai peperangan, Rasulullah dan para sahabat mengunjungi medan perang. Ketika mereka menemukan tubuh Mus'ab, air matanya bercucuran. Syuhada itu tewas mempertahankan keagungan agamanya.



Tabloid Jumat, Republika

Read More ..

Abdullah bin Mas'ud, Sang Pelayan Rasul

Masyarakat di sekitarnya memanggilnya Ibn Umm Abd atau putra dari budak wanita. Namanya sendiri adalah Abdullah dan nama ayahnya adalah Mas'ud. Dia adalah sahabat Rasulullah SAW yang ketika kecil merupakan penggembala kambing milik salah satu ketua adat Bani Quraisy bernama Uqbah bin Muayt.

Suatu hari, ia mendengar kabar tentang kenabian Rasulullah. Namun Abdullah tidak tertarik dan tidak ingin tahu mengingat usianya yang masih kecil. Selain itu, ia memang jauh dari komunitas masyarakat Makkah, karena pekerjaannya sebagai penggembala kambing, yang terbiasa berangkat pagi dan pulang petang hari.

Satu hari, ketika ia tengah menjaga ternaknya, ia melihat dua orang pria paruh baya bergerak mendekatinya dari kejauhan. Mereka terlihat lelah, dan sangat kehausan. Mereka kemudian berjalan ke arahnya, memberikan salam dan memintanya memerah susu kambing yang ia gembalakan sehingga mereka dapat minum. Namun Abdullah berkata ia tidak bisa memberikannya kepada mereka. ''Kambing-kambing ini bukan milikku, saya hanya memeliharanya,''ujarnya jujur.

Mendapat jawaban seperti itu, kedua pria ini tidak memberikan bantahan. Meskipun mereka sangat kehausan, namun mereka sangat senang dengan jawaban jujur dari sang bocah penggembala ini. Kegembiraan ini terlihat jelas dari wajah mereka. Di lubuk hati Abdullah, ia juga mengagumi tamunya.

Kedua pria ini ternyata Rasulullah SAW dan sahabatnya, Abu Bakar Shiddiq. Hari itu, keduanya melarikan diri ke pegunungan Makkah untuk menghindari perlakuan kejam dari kaum Quraisy. Melihat sikap tamunya, pria muda ini terkesan dengan sikap Rasulullah dan sahabatnya, dan dengan segera menjadi cukup dekat dengan keduanya.

Tak lama setelah peristiwa itu, Abdullah menyatakan diri sebagai Muslim. Bahkan, ia menawarkan dirinya sebagai pelayan Rasul. Abdullah bin Mas'ud menerima pelatihan kerumahtanggaan yang istimewa dari Rasul. Dia senantiasa berada di bawah pengawasan Rasul, karenanya ia meniru semua kebiasaan dan mengikuti setiap apa yang dikerjakan Rasulullah. Tak heran kalau ia disebut sebagai orang yang paling mendekati Rasulullah dari sisi karakternya.

Di kemudian hari, ia merupakan salah satu penghapal Alquran yang terbaik di antara para sahabat dan ia sangat memahami kandungan Alquran dibanding siapapun. Ia juga merupakan orang yang paling memahami syariah Islam dan tidak ada satupun yang bisa menggambarkannya dengan lebih baik lagi kecuali Abdullah bin Mas'ud.

Khalifah Umar bin Khattab mempunyai kisah tentang sosok Abdullah bin Mas'ud. Suatu malam, kata Umar, Rasulullah sedang berbindang-bincang bersama Abu Bakar Shiddiq tentang situasi umat Islam. Sesudah Rasulullah pergi, para sahabat itu pergi bersamanya dan melewati masjid. Di dalamnya ada seorang pria yang tidak mereka kenali. Rasulullah lalu berjalan mendekatinya dan mendengarkannya. Rasulullah lalu berbalik dan berkata, ''Barangsiapa yang ingin membaca Alquran seperti yang barusan diperdengarkan, maka suruhlah ia pergi dan belajar kepada Ibn Umm Abd.''

Abdullah bin Mas'ud telah mencapai pemahaman yang sangat luar biasa akan Alquran. Ia pernah berkata, ''Demi Allah yang tiada tuhan di samping-Nya, tak ada satu ayatpun dalam Alquran yang tidak saya ketahui. Demi Allah, jika ada orang yang pemahamannya tentang Alquran lebih baik dari saya, maka saya akan belajar dengan sungguh-sungguh padanya.'' Abdullah tidak melebih-lebihkan apa yang ia bilang tentang dirinya.

Abdullah bin Mas'ud bukan hanya orang yang mengerti Alquran, ia juga orang yang sangat taat dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Namun ia juga merupakan orang yang sangat kuat dan tangguh. Suatu hari para sahabat berada di Makkah dan jumlah mereka masih sangat sedikit, lemah, dan tertindas. Para sahabat berkata bahwa orang Quraisy belum mendengar Alquran dibacakan secara terbuka dengan suara dikeraskan pula. Abdullah bin Mas'ud dengan suka cita menyatakan dirinya yang akan melakukannya.

Ketika para sahabat meragukannya, Abdullah menyebut bahwa Allah-lah yang akan melindunginya. Ia lalu pergi ke masjid mendekati makam Nabi Ibrahim yang letaknya hanya beberapa meter dari Kabah. Saat itu orang-orang Quraisy tengah duduk mengelilingi Kabah. Abdullah lalu berhenti dan mulai membaca Alquran.

Mendengar ayat-ayat Alquran dilantunkan dengan keras, orang Quraisy menjadi sangat marah. Mereka mulai memukuli wajah dan menyiksanya. Namun Abdullah terus membacakan Alquran. Ketika ia kembali kepada para sahabat, wajahnya sudah dipenuhi darah. Ketika para sahabat mengkhawatirkannya, ia menyatakan bahwa ia siap melakukan hal yang sama keesokan harinya.

Abdullah bin Mas'ud hidup hingga zaman pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Suatu hari ketika ia jatuh sakit dan terkulai lemah di atas tempat tidur, Usman datang dan bertanya kepadanya soal penyakitnya. Abdullah menjawab ia sakit karena berdosa dan ia mengharapkan Allah mengampuninya. Usman lalu menawarkan kepadanya gaji yang selama ini ditolak Abdullah. Saat itupun Abdullah tetap menolaknya, dan meski Usman menyatakan bahwa uang itu untuk anak-anaknya, Abdullah tetap bersikeras menolaknya.

''Apakah engkau mengkhawatirkan kemiskinan yang akan terjadi pada anak-anakku? Aku telah menyuruh mereka membaca surat Al Waqi'ah setiap malam, seperti yang dikatakan Rasulullah bahwa siapapun yang membaca surat Al Waqi'ah setiap malam, maka ia tidak akan miskin sampai kapanpun.'' Malam itu, Abdullah bin Mas'ud meninggal dunia. Ia selalu dikenang sebagai sosok yang senantiasa mengingat Allah dan selalu melantunkan ayat-ayat-Nya.



Tabloid Jumat Republika

Read More ..