Assalamualaikum wr.wb.. akhi wa ukhti fillah, Selamat Datang Di Blog Lingkar Siswa Khatulistiwa... Save Our Young Generation

Selamat Datang Di Blog LPSI-LSK

Assalamualaikum..... sobat semuanya dimanapun berada......
Selamat datang di blog Lingkar Siswa Khatulistiwa.
Organisasi ini berawal dari Forum Lingkar Siswa (FLS) yang bergerak menyentuh pembinaan moral pelajar sekolah menengah atas (SMA & Sederajat) di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sekarang FLS yang telah berkembang berganti nama menjadi Lembaga Pembinaan Siswa Islam Lingkar Siswa Khatulistiwa (LPSI-LSK) hadir di tengah-tengah insan pendidikan guna mempersiapkan generasi terbaik menjawab tuntutan perubahan dan perkembangan jaman menuju masa depan. ck.ck.ck
lembaga ini mempunyai motto: Save Our Young Generation!


Galang Dana Pelajar Untuk Prestasi Masa Depan :
Transfer via Rekening
a.n. Dewi Sukmawati QQ LPSI-LSK
BSM No. 0257051281


Untuk Keterangan Lebih Lanjut
hub. : 08125782632

Dokumentasi Kegiatan LSK

Kamis, 11 Juni 2009

Terbiasa…,Menggurita…,Hingga Mati Rasa…

By : Diana Sari



Ikhwah fillah pernah mendengar tentang cerita pangeran kodok rebus? Belum? baiklah akan saya ceritakan…
Pada suatu hari di negeri antah berantah, seorang anak kecil yang sangat aktif menemukan seekor kodok yang dalam penglihatannya sangat lucu dan menggemaskan. Lalu dengan sukacita, kodok itu dibawanya pulang dan dimasukkannya dalam sebuah ember yang berisi air. Keesokan harinya, ketika adik perempuan anak kecil ini bermain masak-masakan dan bermaksud merebus sayur, sang anak kecil tadi “menitipkan” kodok kesayangannya ke dalam air rebusan yang sedang mendidih tadi. Apa yang terjadi? Tentu saja pangeran kodok tadi protes dan langsung melompat keluar dari panci rebusan karena suhu panas yang tiba-tiba menyengat kulitnya (ya iyalah..namanya juga pangeran..kulitnya kan sensitive). Dengan susah payah anak kecil ini menangkap kodoknya dan mengembalikannya ke ember semula. Sang pangeran kodok berfikir bahwa ia tidak boleh lagi merasakan hal yang sama untuk kedua kalinya. Maka ia menyusun strategi untuk melarikan diri. Pagi-pagi sekali saat yang lain belum terbangun, ia mencoba melompat dengan kekuatan penuh dan…plek!!berhasil mendarat ke tanah dengan selamat. Kemudian ia mencari tempat yang menurutnya aman untuk berlindung. Akhirnya ia menemukan sebuah wadah yang berisi air tak jauh dari situ. Tanpa ragu, ia masuk ke dalam wadah tersebut dan melanjutkan tidurnya yang belum tuntas
Beberapa jam kemudian, saat matahari sudah mulai mengintip dengan malu-malu, dan burung2 terbangun dari peraduannya, begitu juga dengan anak2 kecil yang sudah mulai menyusun rencana amal yauminya. Termasuk adik perempuan si anak kecil. Dia bermaksud melanjutkan menu masakannya yang tertunda kemaren. Panci rebusan sayurannya yang tergeletak di halaman belakang rumahnya segera diambilnya dan di letakkan diatas tumpukan api unggun, dia berharap bisa segera menyelesaikan menu masakannya hari ini. Tanpa dia ketahui ternyata panci rebusannya adalah tempat sang pangeran kodok bersembunyi. Perlahan tapi pasti, air di dalam panci tersebut menjadi panas dan akhirnya mendidih. Sang pangeran kodok tidak menyadari perubahan yang terjadi secara perlahan-lahan pada air tempat dia berada. Dia tetap menikmati perasaan bebasnya. Hingga saat tubuhnya sudah tidak sanggup lagi, akhirnya ia tersadar, bahwa air yang sekarang sedang dipakainya untuk berendah telah panas mendidih. Tapi terlambat!!! Sang pangeran kodok telah sangat tak berdaya untuk keluar dari panci tadi, dan…menemui kematiannya dengan sukses

Ikhwah fillah, cerita diatas hanya rekaan semata dari sebuah imajinasi yang kadang menggila, yang muncul karena terpicu kata-kata yang tercipta dengan tiba-tiba: “terbiasa, menggurita, hingga mati rasa.”
Apa kaitannya dengan kita sehari-hari? Saya merasa bahwa cerita si pangeran kodok itu mungkin sedang terjadi pada diri kita (tepatnya saya!). terkadang saat ada yang secara frontal berusaha merenggut akidah kita, atau prinsip yang kita yakini, secara refleks kita pasti langsung bereaksi dan melawan (setidaknya menghindar dengan segera). Kita bisa lihat saudara-saudara kita di negeri-negeri yang dijajah kaum kafir, Palestina misalnya; bukankah disana dapat kita temui sebuah keadaan dimana semangat dan ruh yang sangat besar untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri bangsa serta agama?karena musuh-musuh disana nyata dan terang-terangan.
Sangat kontras dengan keadaan negeri-negeri muslim yang aman, tentram, gemah, ripah,lojinawi seperti Indonesia. Kita kadang merasa baik-baik saja dengan keadaan yang kita hadapi sekarang. Padahal, siapa yang bisa memastikan bahwa kita tidak seperti dalam posisi sang pangeran kodok? Tenang beristirahat, merasa bergembira, padahal kita sedang berada dalam kondisi yang tidak baik
Apa hubungannya dengan tema diatas; terbiasa, menggurita, hingga mati rasa ? baiklah…akan saya coba jelaskan. Pernahkah kita merasa kesulitan keluar dari suatu keadaan yang kita senangi, padahal kita sadar bahwa keadaan itu tidak baik untuk kita, atau setidaknya tidak membawa manfaat apapun untuk kita?
Tanyakanlah kepada games maniac, bagaimana rasanya melepaskan diri dari keasyikan bermain games. Pasti menyakitkan dan perlu energi besar untuk keluar dari kebiasaan itu. Walaupun tubuh lelah, mata mengantuk, perut lapar dan ada pekerjaan lain yang lebih penting untuk dikerjakan, tetapi karena kebiasaan yang menggurita, tetap saja pilihannya adalah main games.
Tanyakanlah kepada orang yang terbiasa merokok; walaupun hampir dapat dipastikan bahwa ia tahu kalau : “merokok dapat menyebabkan kematian, serangan jantung,…dll” serta dapat membuat kantong kempes, pilihannya tetap pada : Lanjutkan!!! Karena semua syaraf di tubuhnya sudah mati rasa untuk bisa menerima nasehat itu
Tanyakanlah kepada orang yang terbiasa bermalas-malasan, maka ketika ada sebuah pekerjaan yang ringan sekalipun, dia akan merasa bahwa itu pekerjaan yang luar biasa sulit.
Lalu, apa yang harus ku tanyakan pada diri? Kebiasaan buruk yang sering kulakukan akhir-akhir ini yang tanpa sadar itu membuatku semakin terbiasa dan menikmatinya?…ya..aku terbiasa…semakin menggurita…hingga mati rasa (kebanyakan bercanda dan ngenet kurasa, walaupun ada tugas kantor dan paper yang harus segera dikejar, tetap aja nge-net)…Rabb, bimbing kami semua ke jalan yang benar.

(ditulis hanya untuk memastikan apakah saya masuk dalam big fat lier? Dan jawabannya ; yes, I am!)

Read More ..

Senin, 08 Juni 2009

Kita dan Pak Tua

Oleh : Lisa Listiana (manajer Divisi Program LSK)



Alkisah seorang pak tua yang eksis di suatu zaman di negeri antah berantah. Ia sangat sukaaa sekali dengan salah seorang pahlawan. Saking sukanya, pak tua itu pun meniru sedetil-detilnya sosok pahlawan yang diidolakannya itu. Ia mencoba berpakaian seperti sang pahlawan, dari raut, gaya rambut, bahkan janggut, semuanya Ia ikut, tak satupun luput.

Nah, suatu hari, kerajaan pun mengadakan sebuah acara penghargaan khusus untuk para pahlawan. Sang raja memerintahkan siapapun, termasuk rakyat jelata dan hamba sahaya, tak ketinggalan para prajuritnya, untuk menominasikan orang-orang yang mereka anggap patut untuk diberikan penghargaan.
Sampai pada akhir masa pencarian untuk orang-orang yang akan dinominasikan, sang Raja teringat akan seorang pahlawan, yang kebetulan adalah orang yang sama yang diidolakan oleh pak tua tadi. Apa yang terjadi?


Para prajurit akhirnya mendatangi sang raja dengan membawa seseorang yang miriiip sekali dengan pahlawan yang dicari itu. Pak tua pun merasa senang karena berhasil meyakinkan orang-orang bahwa dia memang mirip dengan pahlawan itu sampai-sampai orang mengira dialah sang pahlawan yang dicari-cari raja.
Namun sang Raja tidak begitu saja percaya. Ia menguji pak tua itu dengan berbagai pertanyaan dan tes.

Dan terkuaklah kenyataan, bahwa pak tua itu hanyalah orang biasa yang berusaha menjadi semirip mungkin dengan tokoh yang diidolakannya. Bagaimanakah perasaan sang raja?
Dia maaaaarrah besar! Dia pun menghukum pak tua itu karena berani-beraninya meniru sang pahlawan tanpa mengatakan yang sebenarnya bahwa dia hanyalah rakyat jelata. Raja murka bukan karena pak tua itu mengidolakan sang pahlawan, tapi Ia marah, karena pak tua itu tidak jujur.

Pelajaran yang bisa diambil adalah.. satu poin penting dalam proses hijrah kita. Kebanyakan dari kita adalah pak tua itu, yang terfokus untuk menghiasi diri dengan aktifitas-aktifitas lahiriah. Kita mungkin sudah berjilbab sempurna, lebar, dan bersahaja. Atau yang ikhwan, sudah berjanggut, isbal, dengan tanda sujud yang terlukis indah didahinya. Tilawah habis berjus-jus, sholat tidak pernah ketinggalan, Dhuha tidak pernah absen, puasa sehari buka sehari, bahkan tiap malam berhasil bangun lebih dulu dari pada cicak-cicak yang menempel didinding..
Tapi..
Sudahkah kita evaluasi, seberapa membekas itu semua dalam diri kita? Sudahkah itu semua memberikan pengaruh dalam dakwah kita, kampus kah atau sekolah..
Coba lihat hati kita, adakah Raja' dan Khauf disana? Ketika bergaul dengan partner dakwah kita, ketika berinteraksi dengan objek dakwah kita, ketika menjalankan semuuuua amanah kita..
Jangan-jangan, kita adalah pak tua itu, yang menghiasi diri kita dengan atribut-atribut dakwah, dari atas sampai bawah, dan kita pun terkejut, ketika menghadap Allah, Allah murka karena kita tidak jujur .. Allah pun membenamkan kita ke dalam api yang membara.

Orang yang shiddiq adalah orang yang sibuk dengan batiniahnya walaupun Ia tidak meninggalkan proses lahiriahnya. Orang yang shiddiq adalah orang yang berusaha sampai titik penghabisan, yang ada dipikirannya adalah mendaki dan terus mendaki, ia ingin diakhir hidupnya, ia berada dititik pendakian yang tertinggi. Dan ia sadar, bahwa ia tidak boleh merasa sudah meraih titik tertinggi, karena saat itulah ia akan terjatuh dari proses mendakinya.

Read More ..

Sabtu, 06 Juni 2009

Menulis gaya Big Fat Liar

Oleh : Kanada Kurniawan (Manajer Divisi PSDM LSK)



Stop, jangan tanya mengapa judulnya aneh sangat hehehe ^_^
Tahukah kamu suatu ciri yang pasti dimiliki oleh seorang muslim? Oke baiklah, memang banyak sih ciri seorang muslim, tapi maksud saya adalah ciri khas gitu lho, yang jika seorang muslim ngga memiliki ciri ini maka ke-muslim-annya bisa diragukan. Apa hayo?
Kalo ditransliterasi dari bahasa inggris maka jadinya adalah “onist” namun dalam bahasa kita adalah jujur. Wih jangan terkejut ya, memang bener banget kalo seseorang yang ngga memiliki sifat jujur dalam dirinya maka ia ngga bakal masuk golongan orang Islam. Nah udah tau kan kenapa judul artikelnya kek gitu?
Dubrak, masih blom tau juga?
Baiklah saya akan coba bersabar hehehe
Big Fat Layer adalah sebuah film yang di satu sisi bercerita tentang seorang lelaki berukuran kecil (baca : bocah) yang memiliki kemampuan berbohong luar biasa hingga mempu memanipulasi banyak hal. Namun disisi lain juga menceritakan betapa pentingnya sebuah kejujuran dan perjuangan untuk menghargainya.
Nah dari sini kita akan coba menerapkannya dalam trik menulis. Yaitu menulis dengan jujur. Memang terlihat sederhana, namun terkadang jadi sedikit menggoda untuk diabaikan. Kemampuan untuk menulis dengan jujur akan memberikan ruh pada setiap tulisan yang dihasilkan. Menjadikannya semakin bermakna mungkin dikarenakan keberkahan di dalamnya. Ini terkait erat dengan kemampuan seseorang menilai dirinya sendiri dan juga memberikan penghargaan terhadap diri pribadi. Dan tentu tidak diragukan akan berujung pada keimanan yang sangat mendasar seperti yang telah disampaikan sebelumnya.
Pernah membaca sebuah artikel yang ngga berasa? Nah bisa jadi tu artikel ditulis dengan setengah hati, ditulis dengan sembarangan atau malah ada sedikit ketidak jujuran di dalamnya. Ingatlah ketidak jujuran bak nila yang mencampuri susu. Ia akan merusaknya. So buat para menulis muslim mesti pandai pandai jaga diri dalam hal menuangkan makna dalam tulisan. Karena menurut pengalaman pribadi nih, adaaaaa aja godaan pada sudut sudut tertentu dalam tulisan untuk memberikan sedikit bumbu menyedap hehehe. Tapi percaya deh sedikit kekurangan dalam tulisan ngga akan jadi lebih baik jika dibumbui dengan ketidakjujuran, wokeh?
Emang sih ada istilah Deklarasi Kebodohan dalam seni menulis yang biasa terjadi pada penulis pemula seperti saya ini hehehe. Hal ini terjadi memang karena dangkalnya ilmu si penulis. Tapi menurut saya pribadi nyang seperti ini ngga boleh bikin kita surut semangat. Justru mestinya dijadiin pembelajaran, gitu toh? Bikin kita semakin giat menulis, semakin giat belajar agar ngga terus terusan bikin Deklarasi Kebodohan.
Jika kita menulis dengan jujur, maka tidak ada alasan untuk malu. Jika kita telah melakukan yang terbaik maka bukankah itu akan jadi hal yang bermanfaat untuk banyak orang? So ayo tingkatkan semangat menulismu dan berkaryalah untuk dirimu kemudian untuk orang lain.
Oke deh segini dulu, jangan terlalu panjang ntar males bacanya. ^_^
Pesan buat pengurus LSK : Sape nang tak ngirim tulisan di blog ni pokoknye tak diajak rihlah agi hehehehe (Cuma bercanda, tapi bisa juga jadi serius)

Read More ..